Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Preferensi pemilik suara di Golkar berbeda dengan suara publik yang lebih lantang menyuarakan pentingnya regenerasi dan nilai-nilai budaya politik baru bagi Partai Beringin.
"Munaslub tampaknya belum seluruhnya mengakomodasi aspirasi publik," ujar Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro kepada Tribunnews.com, Senin (16/5/2016).
Apalagi dia melihat tradisi lama tak seluruhnya hilang, yakni terkait "gizi" modal masih melekat kuat dan hadir dalam Munaslub.
"Kekuasaan dan modal menjadi faktor yang relatif menentukan dalam memenangkan Munaslub," jelasnya.
Karena itu, menurutnya kontestasi tak sekadar mengedepankan isu-isu substantif saja.
"Kriteria-kriteria seperti integritas, kepemimpinan dan track record belum menjadi prasyarat menentukan," cetusnya.
Komite Etik Munaslub Partai Golkar mengakui adanya praktek politik uang atau money politics dalam pemilihan Ketua Umum Partai Golkar.
"Saya jujur mengatakan, saya tidak naif, saya tahu ada praktek - praktek money politics dalam Munaslub Partai Golkar," kata Ketua Komite Etik Munaslub Partai Golkar, Fadel Muhammad, Nusa Dua, Badung, Bali, Senin (16/5/2016).
"Kami mengatakan bahwa ada hal-hal seperti itu. Kita sudah berusaha maksimum untuk memeriksa dan mengecek tapi kita tidak menemukan bukti-bukti," tambahnya.
Fadel mengaku bahwa tim etik sudah bekerja semaksimal mungkin berusaha melakukan monitoring terhadap semua kandidat, tapi berhubung minimnya personel dan terbatasnya waktu sehingga tidak bisa meng-cover semua kegiatan kandidat secara detil.
"Kita juga tidak punya aparat yang cukup, kami ada sepuluh orang, ada Satgas, ada tim-tim kita, tapi enggak cukup. Kita juga tidak bisa memantau permainan-permainan yang mereka bikin," ujarnya.
Untuk menjalankan tugasnya, komisi etik juga sudah menerima dan menelusuri pengaduan-pengaduan terkait masing-masing caketum dan tim sukses masing-masing maupun peserta.
Kesalahan mereka yang dianggap ringan,sedang dan teguran maupun imbauan tetapi tidak dipublikasikan ke media.
Dalam munaslub ini, ada delapan bakal calon ketua umum Partai Golkar, yakni Ade Komarudin, Setya Novanto, Airlangga Hartarto, Mahyudin, Aziz Syamsuddin, Priyo Budi Santoso, Indra Bambang Utoyo, dan Syahrul Yasin Limpo.
Dari delapan kandidat bakal calon ketua umum, nama Setya Novanto unggul di dalam perolehan dukungan DPD I tingkat provinsi.
Setidaknya, ada 14 provinsi yang mendukung mantan Ketua DPR tersebut.
Ke-14 provinsi itu ialah Jambi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Utara, Kepulauan Riau, Banten, Bangka Belitung, Bali, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara.
"Jambi mendukung Setya Novanto sebagai ketua umum Partai Golkar," kata Ketua DPD I Jambi Zurman Manaf.
Selain itu, Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong, organisasi yang didirikan Partai Golkar, juga memberikan dukungan kepada Novanto.