TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpidana mati gembong narkoba, Freddy Budiman segera menjalani eksekusi mati usai lebaran.
Kepastian eksekusi gembong narkoba ini disampaikan Jaksa Agung HM Prasetyo setelah menghadiri pertemuan dengan jajaran Kejaksaan Tinggi Maluku di kantor Kejaksaan Tinggi Maluku, Senin (30/5/2016) malam.
"Eksekusinya nanti setelah Lebaran," ungkap Prasetyo.
Menurutnya, pihak kejaksaan telah berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait perihal eksekusi mati tersebut. Rencananya, eksekusi mati bakal berlangsung di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
"Koordinasi telah kita lakukan dengan semua pihak, tinggal putusan hari H-nya saja. Jadi eksekusi setelah Lebaran," ujarnya.
Freddy merupakan terpidana mati atas perkara penyelundupan 1,4 juta pil ekstasi dari Tiongkok ke Indonesia. Penyelundupan tersebut dilakukan pada 2012 lalu.
Meski sudah berada di balik jeruji besi Lapas Cipinang, Jakarta Timur, Freddy diduga masih mengendalikan bisnis narkotika. Hal itu terlihat dalam pengungkapan beberapa kasus narkotika.
Selama kepemimpinan Joko Widodo, pemerintah sudah menjalankan eksekusi terpidana mati kasus narkoba dalam dua gelombang.
Enam terpidana mati dieksekusi pada 18 Januari 2015. Pada gelombang kedua, Rabu (29/4/2015), delapan terpidana mati juga dieksekusi.
Freddy telah dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Pasir Putih, Nusakambangan, Jawa Tengah dari Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (16/4/2016) lalu.
"Warga binaan atas nama FB (Freddy Budiman) kasus tindak pidana narkotika dipindahkan dari Lapas Gunung Sindur, Jawa Barat, ke Lapas Pasir Putih, Jawa Tengah," ujar Kepala Sub Direktorat Komunikasi Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Akbar Hadi.
Fredy Budiman diberangkatkan dari Lapas Gunung Sindur, pada pukul 07.30. Setibanya di Bandara Pondok Cabe, Tangerang, Freddy langsung diberangkatkan menuju Bandara Tunggul Wulung, Cilacap.
"Freddy Budiman dibawa ke Lapas Pasir Putih Nusakambangan sekitar pukul 10.00," ujar Akbar.
Menurut Akbar, pemindahan Freddy mendapatkan pengawalan dari petugas keamanan, dokter dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, dan satu peleton petugas dari Brimob.
Freddy Budiman sendiri mengaku sudah tobat. Dalam surat dua halaman yang dibacakan di Pengadilan Negeri (PN) Cilacap, Rabu (25/5/2016), Freddy minta maaf kepada negara.
"Saya siap menerima konsekuensinya yaitu eksekusi mati jika saya masih melakukan bisnis narkoba," Freddy Budiman.
Awalnya Freddy hanya menyerahkan surat tersebut kepada majelis hakim. Namun atas permintaan hakim, Freddy kemudian membacakan surat yang ditulis saat ia menghuni Lembaga Pemasyarakatan (LP) Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, 2 April 2016.
"Dengan kesadaran diri, saya membacakan surat permohonan taubat nasuha kepada Allah SWT, memohon pengampunan kepada negara melalui hakim agung yang mengadili permohonan peninjauan kembali (PK) saya," kata Freddy.
Dia mengatakan saat ini sungguh bertobat dan berhenti menjadi pengedar. Bahkan saat ini sudah menyerahkan hidup matinya kepada Allah.
Ia mengaku sedang berjuang menjadi manusia baru, yaitu menjalankan perintah Allah SWT dan meninggalkan larangan-Nya.
"Demi melihat istri dan empat orang anak saya, support dari keluarga membuat saya harus berhenti dan meninggalkan perbuatan ini," katanya.
Ia bahkan mengaku pernah tergabung dalam jaringan narkoba internasional.
"Selama ini saya hanya dijadikan bamper jaringan internasional, Belanda, China, Iran, Taiwan, Pakistan, dan Afrika," katanya.
Dalam persidangan itu Freddy Budiman dan penasihat hukumnya mengajukan permohonan kepada Mahkamah Agung (MA) untuk menganulir hukuman mati.
Tidak ada bukti baru (novum) yang diajukan. Hanya argumentasi yang menyebut terpidana lain tidak dijatuhi hukuman mati. (tribunnews/kps)