TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Margarito Kamis mengatakan sikap PKS yang selalu menginterupsi jalannya sidang paripurna mempertanyakan kepada pimpinan DPR terkait surat PKS yang menginginkan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dicopot dari jabatannya adalah bunga-bunga politik yang tidak perlu ditanggapi secara serius.
"Saat ini proses pemecatan Fahri sebagai kader PKS yang akan berdampak pada status keanggotaannya di DPR dan juga sebagai wakil ketua DPR sudah diproses secara hukum di pengadilan.Jadi mereka mau teriak-teriak terus di paripurna juga tidak akan ada dampaknya. Itu kan cuma langkah politik mereka saja biar dapat perhatian," ujar Pakar Hukum Tata Negara, Margarito di Jakarta, Kamis (2/6/2016).
Kader-kader PKS yang menginterupsi sidang sangat memahami bahwa saat ini mereka tidak bisa menuntut proses pemecatan Fahri Hamzah sebelum adanya putusan pengadilan yang inkracht.
"Mereka semua pasti paham bahwa mereka tidak bisa mendesak pemecatan Fahri kok. Jadi yang bisa mereka lakukan yang dengan manuver politik. Itu biasa saja dan biarkan saja toh tidak akan berpengaruh pada jalannya persidangan," katanya.
Dia pun mengapresiasi para pimpinan DPR yang menanggapi dingin saja protes dan manuver PKS tersebut karena dengan putusan pengadilan sela pengadilan bahwa PKS tidak boleh melakukan tindakan apapun dan membatalkan pemecatan itu.
"Saya kira pimpinan DPR juga sudah tahu kok bahwa mereka tidak bisa melakukan langkah apapun untuk memprosesnya.Ini kan langkah PKS saja untuk membenarkan tindakan mereka, tapi sekali lagi kan nanti pengadilan yang akan memutuskan itu," katanya.
Hal senada diungkapkan oleh Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Muhammad Budyatna.
Menurutnya protes PKS justru menunjukkan ketidakpahaman PKS terhadap proses hukum kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Ini menurutnya juga sekaligus menunjukkan pada khalayak bahwa didalam PKS tidak ada yang namanya hukum.
"Ini menunjukkan kepada publik karakter sebenarnya dari elit PKS bahwa mereka adalah hukum. Yang lain diluar keinginan mereka tidak dianggap," katanya.
Budyatna sendiri memahami bahwa dengan putusan pengadilan, PKS nampaknya merasa rumahnya diacak-acak oleh pengadilan.
Namun sayangnya menurut Budyatna mereka tidak memahami bahwa sebenarnya yang pertama-tama mengacak-acak PKS adalah mereka sendiri.
"Mereka merasa rumahnya diacak-acak oleh pengadilan, tapi sayangnya mereka tidak memahami bahwa penyebabnya mereka sendiri yang membuat keputusan tanpa ada landasan yang jelas secara hukum," ujar Guru Besar FISIP UI ini.
Dia pun mencontohkan betapa PKS tidak bisa menjawab pertanyaan Fahri terkait kesalahan apa yang dia lakukan.
Termasuk mengapa kader-kader yang sudah divonis oleh hukum karena kasus korupsi seperti Mantan Presiden PKS, Lutfi Hasan Ishaq dan juga Arifinto yang dipecat sebagai anggota DPR karena menonton video porno dalam sidang paripurna DPR yang tidak dipecat sebagai kader.