Piutang bukan pajak sebesar Rp 1,82 triliun dari uang pengganti perkara Tindak Pidana Korupsi pada Kejaksaan RI menjadi masalah keuangan yang ketiga menurut BPK.
"Sebesar Rp 33,94 miliar dan 206,87 juta dolar AS dari Iuran Tetap, Royalti, dan PHT pada Kementerian ESDM tidak didukung dokumen sumber yang memadai, serta Rp 101,34 miliar tidak sesuai hasil konfirmasi kepada wajib bayar," kata Harry.
Masalah keempat, BPK melihat ada permasalahan pada persediaan pada Kementerian Pertahanan sebesar Rp 2,49 triliun belum sepenuhnya didukung penatausahaan, pencatatan, konsolidasi, dan rekonsiliasi barang milik negara yang memadai.
Kemudian, persediaan untuk diserahkan ke masyarakat pada Kementerian Pertanian sebesar Rp 2,33 triliun belum dapat dijelaskan status penyerahannya.
"Kelima, pencatatan dan penyajian catatan dan fisik saldo anggaran lebih (SAL) tidak akurat, sehingga kewajaran transaksi dan atau saldo terkait SAL sebesar Rp 6,60 triliun tidak dapat diyakini," ujar Harry.
Masalah keenam, Harry mengungkapkan ada koreksi-koreksi pemerintah yang mengurangi nilai ekuitan sebesar Rp 96,53 triliun dan transaksi antar entitas sebesar Rp 53,34 triliun, tidak dapat dijelaskan dan tidak didukung dokumen sumber yang memadai. (tribun/nic)