TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo selaku pemegang hak prerogatif bisa memperpanjang masa jabatan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti yang pensiun 24 Juli 2016 (58 tahun) dan mengesampingkan usulan pergantian calon kapolri dari Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) Polri, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) maupun desakan DPR RI.
Demikian disampaikan oleh Pengamat Kepolisian, Hermawan Sulistyo, dalam diskusi bertajuk "Mencari Sosok Kapolri: Senayan Versus Istana", di Jakarta, Jumat (10/6/2016).
"Buang saja semua (usulan daftar cakon kapolri ke laut. Kenapa? Karena kewenangan Wanjakti hanya usul," kata Sulistyo.
Menurutnya, ada sejumlah dasar yang bisa dijadikan pertimbangan oleh Presiden Jokowi untuk memperpanjang masa jabatan Kapolri.
Pertama, presiden mempunyai kewenangan sampai ke tingkat dua.
Dan Wanjakti terkait pergantian Kapolri hanya memberikan masukan sebagaimana data SDM Polri. Kompolnas hanya sebatas memberikan mempertimbangan ke presiden terkait pemberhentian dan pengangkatan kapolri.
Sementara, kewenangan DPR terkait pengajuan Kapolri dari Presiden hanya sebatas memberikan persetujuan.
Menurut Hermawan, Presiden Jokowi bisa 'mendiamkan' dan mengesampingkan desakan DPR sebagaimana saat mengajukan nama Badrodin Haiti sebagai calon Kapolri ke DPR tanpa mencabut pengajuan nama Budi Gunawan sebelumnya.
"Buktinya kemarin nggak apa-apa," kata Hermawan yang juga Profesor Riset Bidang Perkembangan Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Menurutnya, Presiden Jokowi selaku pemegang hak prerogatif dalam pergantian kapolri bisa memperpanjang masa jabatan Badrodin Haiti selaku Kapolri hingga 6 bulan atau bahkan satu tahun.
Dalam Pasal 30 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri mengatur tentang usia pensiun maksimal anggota Polri adalah 58 tahun dan bisa diperpanjang hingga 60 tahun.
Mengacu pasal tersebut, seorang Kapolri aktif bisa diajukan perpanjangan masa dinasnya. "Aturan yang ada, bahwa calon kapolri adalah perwira aktif," ujarnya.