Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Jusuf Kalla menyatakan sekitar 42 persen tembakau untuk industri rokok dalam negeri adalah hasil impor.
Pemerintah berencana menguranginya, sembari secara bertahap mengurangi ketergantungan masyarakat akan tembakau.
"Efek tembakau atau tembakau biar bagaimanapun harus dikurangi, harus disetujui bersama, tanpa merugikan petani," ujar Jusuf Kalla kepada wartawan, di kantor Wakil Presiden RI, Jakarta Pusat, Selasa (14/6/2016).
Selain menekan impor tembakau, pemerintah juga akan menaikkan pajak untuk industri tembakau. Hal itu harus dilakukan, mengingat pajak tersebut saat ini relatif rendah.
"Rokok termurah di dunia itu mungkin di sini, sehingga anak-anakpun merokok, ini membahayakan," katanya.
Apakah kebijakan pemerintah itu akan berdampak pada pengurangan pekerja di pabrik rokok, Wakil Presiden mengaku tidak mengkhawatirkan itu.
Kata dia pengurangan pegawai sudah terjadi sejak lama.
"Rokok dengan lintingan tangan sudah berkurang, sekarang (diganti) mesin. Jadi bukan karena sekarang ini, tapi beberapa tahun belakanganpun sudah berkurang," ujarnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pemerintah akan mengkaji perjanjian internasional Convention on Tobacco Control (FCTC) sebelum menandatanganinya.
Perjanjian itu dikhawatirkan berdampak pada kelangsungan hidup para petani dan buruh pabrik tembakau.