TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR Johnny G Plate mengajak masyarakat untuk mengawasi dan mengkritisi alokasi Dana Optimalisasi yang mencapai Rp 58,36 triliun.
Sebab metode pengusulan terhadap Dana Optimalisasi tersebut melalui proposal sehingga kekhawatiran terhadap korupsi masuk akal. Proposal tersebut kemudian diusulkan di Badan Anggaran (Banggar) lalu disinkronisasi hingga mendapat angka untuk pengalokasiannya.
Oleh karenanya perlu kerja supervisi yang kuat agar tidak terjadi penyelewengan. Bukan hanya itu, supervisi ini juga untuk bisa menggaransi tingkat efisiensi belanja negara.
Politisi dari Fraksi NasDem ini berujar bahwa jangan sampai anggarannya dananya kurang sehingga proyeknya berantakan. Kemudian alokasi dana juga jangan berlebihan yang ahirnya mengakibatkan bancakan para pemburu rente.
“Yang harus diawasi oleh masyarakat bukan hanya bancakannya, tapi prioritas daripada proyek yang masuk dioptimalisasi itu. Apakah berprioritas sangat tinggi gak? Nah kalo prioritas tinggi yang mampu menciptakan tenaga kerja yang luar biasa, menghasilkan nilai tambah yang tinggi barangkali masih ok. Tapi kalau tidak maka tidak harus dibiayai,” paparnya saat dimintai pandangannya pada Sabtu (25/6/2016).
Menurut Johnny, sebenarnya yang harus dibiayai itu justru yang menyangkut dengan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan pelayanan masyarakat seperti kesehatan, pendidikan, dana desa.
Selain itu pemerintah juga harus memprioritaskan transfer daerah untuk stimulus ekonomi agar geliat ekonomi bisa positif, bukan bangunan fisik atau projek-proyek yang menurut prioritasnya bisa diundur pada tahun mendatang.
APBN Perubahan 2016 masih terlalu optimistis
Namun demikian, menurut Kapoksi NasDem komisi XI menyimpan catatan terhadap perubahan asumsi makro dalam APBN Perubahan 2016. Masuknya dana optimalisasi itu sendiri membuat APBN terlalu optimis karena menargetkan pertumbuhan ekonomi 5.2%.
Sedangkan realisasinya sampai semester pertama pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dikisaran 4,9%-5%. Artinya untuk bisa mencapai target pemerintah tersebut, semester kedua pertumbuhan ekonomi Indonesia harus 5,4%.
Dalam pembahasan terakhir, tim panitia kerja menentukan target parubahan makro pada pendapatan Negara non pajak dan pajak. Terkait non Pajak ditentukan lifting minyak sebesar 820.000 barrel per hari dan lifting gas 1.150.000 barrel per hari.
“Lifting migas realiasinya 780.000 barrel per hari, di APBN itu targetnya 820rb per hari. Darimana 40rb nya? Ini terlalu optimistis. Juga lifting gasnya dari 1.115.000 barrel per hari naik menjadi 1.150.000 per day atau naik 35.000 barrel per hari," tambahnya.
Gegara proyeksi kenaikan penerimaan Negara tersebut, Johnny menilai asumsi APBN nya terlalu tinggi. Hal ini berdampak pada kenaikan penerimaan bukan pajak dan pajak menjadi Rp. 58,36 triliun.
APBN yang terlalu optimistis tersebut menurutnya akan memberikan efek terhadap peringkat ekonimi dan investasi yang kurang baik. Ia menginginkan supaya APBN Perubahan tersebut memerlukan upaya ekstra pemerintah. setelah disahkan pemerintah perlu menjelaskan langkah-langkah seperti apa, sehingga angka-angka tersebut menjadi kredibel.