TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di ruangan I Putu Sudiartana.
Penyidik awalnya meminta persetujuan Kesekjenan DPR, Kamis (30/6/2016).
Kemudian, penyidik mendatangi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR untuk berkoordinasi melakukan penggeledahan.
Akhirnya, Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad mendampingi enam penyidik KPK dan lima petugas kepolisian menuju ruangan Putu sekitar pukul 13.15 WIB.
Ruangan Putu terletak di Gedung Nusantara I lantai 9 ruang 0906 l, Kompleks Parlemen, Jakarta.
Sebelum membuka ruangan Putu yang telah disegel, penyidik KPK meminta izin terlebih dahulu kepada Dasco.
"Kami dari KPK, izin Pak Dasco untuk membuka ruangan ini," kata penyidik KPK.
"Silakan," kata Dasco sambil meminta staf membuka ruangan tersebut.
Penyidik KPK lalu mencopot garis KPK serta stiker bertuliskan disegel. Mereka kemudian masuk ke ruangan Putu didampingi Dasco.
Ditemui saat keluar ruangan, Dasco mengatakan pendampingan tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Penggeledahan harus didampingi oleh MKD dan sesuai aturan," ujarnya.
Diketahui, I Putu Sudiartana ditangkap KPK karena terkait dugaan suap rencana pembangunan 12 ruas jalan di Provinsi Sumatera Barat senilai Rp 300 miliar APBNP 2016.
Politikus Partai Demokrat itu menerima transfer dana Rp 500 juta untuk memuluskan proyek tersebut.
Selain menangkap Sudiartana, KPK juga menangkap Noviyanti yang bekerja sebagai sekretaris Sudiarta, Muchlis atau suami Noviyanti, Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Barat Suprapto, dan dua orang pengusaha yakni Suhemi dan Yogan Askan.
KPK menetapkan Sudiartana, Noviyanti, Suhemi, Suprapto dan Yogan sebagai tersangka.
Kepada Noviyanti, Suhemi dan Sudiarta disangka Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, sementara kepada Yogan dan Suprato dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.