TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) mempertanyakan, "kenapa Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak kunjung mau minta maaf ke publik, khususnya kepada pemudik yang menjadi korban "neraka macet" di Jalan Tol Brebes?"
Malah anehnya, kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane kepada Tribunnews.com, yang minta maaf justru pejabat yang tidak berkaitan dengan urusan mudik, seperti Mendagri dan Menko Polhukam.
Sebab itu, IPW mendesak, Presiden mau minta maaf akibat kemacetan parah di tol Brebes yang menyebabkan belasan orang tewas.
"Jadi pertanyaan memang, kenapa Presiden Jokowi tak kunjung mau minta maaf ke publik," ujar Neta kepada Tribunnews.com, Selasa (12/7/2016).
Menurut dia ada dua alasan, kenapa presiden harus minta maaf. Pertama, saat meresmikan Tol Pejagan-Pemalang pada 16 Juni 2016, Jokowi mengatakan, "bagi saudaraku yang akan mudik saat Lebaran, perjalanan menuju kampung halaman akan bisa lebih cepat melalui jalan tol ini".
Namun faktanya, pemudik terjebak macet selama 25 jam di tol ini.
Kedua, instansi yang bertanggung jawab, seperti Menteri Perhubungan, Polri, Kakorlantas, dan Kapolda Jateng tak kunjung mau minta maaf ke masyarakat.
Dari pantauan IPW, lanjutnya, penyebab "neraka macet" ada beberapa hal, yakni jalan rusak di Pantura dan lampu traffic yang berdampak ke Tol Brebes, volume kendaraan membludak, kurang sigapnya petugas (setelah macet baru diatur).
Selain juga fasilitas rest area kurang memadai dengan kebutuhan, pemudik kurang mendapat informasi soal kemacetan di Brebes, keberadaan jalan alternatif kurang diinformasikan dan Polri tidak melakukan pantauan udara.
Koordinasi antar aparat di lapangan juga sangat buruk, tidak ada pejabat berwenang yang turun ke lapangan saat terjadi stagnasi 25 jam dan lainnya.
Selain itu kata dia, korban meninggal terjadi karena korban tidak dapat mencapai pertolongan medik pada waktunya.
Sementara petugas medis/paramedis tidak mampu mencapai korban secepatnya--terbatasnya batas waktu (golden time) reversibilitas kedaruratan medik.
Sebenarnya, dia ingatkan, jajaran bawah Polri pernah menyarankan agar adanya keterlibatan dan keterpaduan stakeholders terkait, seperti Korlantas, Kementerian Kesehatan, Polisi Udara, Kedokteran Polri, dan Jasa Raharja, untuk dapat mendekatkan pelayanan medik di jalur mudik.
Dengan begitu bisa mendekatkan Polri dengan pemudik atau korban untuk kemudian membawanya ke pusat pelayanan medik terdekat (evakuasi medik) melalui pelayanan "ambulans udara". Tapi saran ini tidak pernah ditanggapi.
Padahal, saat ini Dokpol Pusdokkes Polri di bawah kendali Subbidang Kesehatan Kamtibmas (Keskamtibmas) memiliki dua orang Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan, yang mempunyai kemampuan untuk mengkoordinasikan kegiatan evakuasi udara.