TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tersangka Anggota Komisi III DPR RI I Putu Sudiartana dicecar penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai dugaan terlibat sebagai makelar proyek di DPR RI.
Putu tertangkap tangan KPK menerima suap terkait proyek pembangunan 12 ruas jalan di Provinsi Sumatera Barat.
Kemampuan Putu untuk memenangkan proyek di DPR RI pun menjadi bahan pemeriksaan Putu pada pemeriksaan perdana hari ini di KPK dalam kapasitasnya sebagai tersangka.
"Klien kami tidak sama sekali. Itu bukan kewenangan beliau untuk memutus berbagai macam karena beliau hanya komisi III dan bukan anggota Bangga (badan anggaran)," kata kuasa hukum Putu, Muhammad Burhanuddin di KPK, Jakarta, Jumat (15/7/2016).
Dalam pemeriksaan tersebut, lanjut Burhanuddin, Putu menangkis semua pertanyaan penyidik terkait pemain proyek.
Putu berdalih dirinya bukanlah pimpinan baik di Komisi atau DPR RI sehingga tidak bisa mengatur proyek.
"Pertama, hanya Komisi III. Beliau juga bukan pimpinan yang bisa menentukan apapun, beliau hanya menjalankan kewajiban sebagai anggota dewan," ungkap Burhanuddin.
Saat pemeriksaa, Burhanuddin mengaku klienya terkejut ditanya penyidik terkait bermain proyek lintas komisi.
Sebelumnya, KPK menangkap Putu, Noviyanti, Suprapto, Yogan Askan, dan Suhemi dalam operasi tangkap tangan di berbagai tempat, awal Juli ini.
Putu menerima tiga kali transfer sejumlah Rp 500 juta. Transfer tersebut dalam jumlah Rp 150 juta, Rp 300 juta dan Rp 50 juta. Saat menangkap Putu di rumah dinas di Ulujami, Jakarta, KPK juga menyita uang 40 ribu Dolar Singapura.
Pascapenangkapan tersebut, Putu dikabarkan sempat mengalami shock hebat.
KPK menetapkan Sudiarta, Noviyanti, Suhemi, Suprapto dan Yogan sebagai tersangka. Kepada Noviyanti, Suhemi dan Sudiarta disangka Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, sementara kepada Yogan dan Suprato dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.