Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memutuskan untuk terus melanjutkan sidang dengan terdakwa pegawai PT Artha Pratama Anugerah Doddy Arianto Supeno, Senin (18/7/2016).
Hakim menolak seluruhnya eksepsi terdakwa penyuap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution tersebut.
"Menyatakan eksepsi penasehat hukum tidak dapat diterima, melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama Doddy Aryanto Supeno dan memerintahkan jaksa mengajukan saksi dan barang bukti," ujar Ketua Majelis Hakim Sumpeno di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Hakim menilai eksepsi yang disampaikan Doddy lewat penasihat hukumnya Ani Andriani tidak dapat diterima.
Setelah pembacaan putusan sela tersebut, pada persidangan berikutnya hakim akan mendengarkan keterangan saksi-saksi dari terdakwa Doddy Aryanto Supeno.
Dalam sidang pembacaan eksepsi atau nota keberatan Senin pekan lalu, Doddy dan kuasa hukumnya keberatan dengan dakwaan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).
"Dakwaan jaksa uraiannya kabur, tidak jelas, dan tidak lengkap," kata Jeremy William pengacara terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Menurutnya, dalam amar dakwaan juga tidak disebutkan peran Doddy secara jelas dalam perkara suap untuk penanganan dua perkara.
Padahal, ada sejumlah nama lain yang juga disebutkan dalam surat dakwaan seperti Eddy Sindoro, Hery Sugiarto, Ervan Adi Nugroho, dan Wresti Kristian Hesti.
Dalam surat dakwaan disebutkan bahwa Eddy Sindoro memerintahkan seorang stafnya yakni Wresti untuk memberikan suap kepada Edy melalui terdakwa sebesar Rp 150 juta.
Jeremy menilai ada yang janggal, lantaran Doddy tak terkait dengan perusahaan yang sedang berperkara.
Kliennya itu diketahui hanya menjabat sebagai Direktur Utama PT Artha Pratama Anugerah (APA).
"Dalam surat dakwaan hanya PT APA yang berkorelasi dengan Doddy. Sementara perusahaan yang lain ini terkesan diarahkan, padahal tidak ada hubungannya sama sekali," kata Jeremy.
Diberitakan sebelumnya, Doddy didakwa memberikan uang kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.
"Pemberian dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya," ujar Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcayanto, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (29/6/2016).
Menurut Jaksa, pemberian uang itu agar Edy Nasution menunda proses pelaksanaan "aanmaning" atau peringatan eksekusi terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP), dan menerima pendaftaran peninjauan kembali PT Across Asia Limited (AAL).
Padahal, waktu pengajuan PK tersebut telah melewati batas yang ditetapkan undang-undang.
Atas perbuatan tersebut, Doddy didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.