TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satgas Tinombala, sebagai Tim Gabungan pemburu teroris di Poso berhasil mengakhiri sepak terjang pimpinan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) dan gembong teroris paling dicari Santoso.
Memang kelompok itu makin melemah sepeninggal figur pemimpin yang selama ini menjadi ruh bagi mereka di Poso.
Tapi, bukan berarti aksi teroris akan berhenti begitu saja pasca-tewasnya Santoso di Poso.
Peneliti terorisme dan intelijen Universitas Indonesia Ridlwan Habib mengingatkan aparat keamanan tidak langsung berpuas diri.
Dia meminta aparat keamanan mewaspadai aksi balas dendam para rekan Santoso yang berada di luar pengunungan Poso.
"Ada retaliasi atau pembalasan dendam, ini harus jadi kewaspadaan aparat, " ujarnya kepada Tribunnews.com, Selasa (19/7/2016).
Dia mengatakan memang secara jumlah anggota kelompok pimpinan Santoso di Poso tinggal 19 orang.
Namun masih ada tersebar banyak rekan perjuangan Santoso yang pernah dipenjara bersamanya, dan yang pernah mengenyam pelatihan teroris dan jaringan di Filipina.
"Yang patut diwaspadai retaliasi atau pembalasan dendam dari mereka pribadi per pribadi yang mengenal sosok Santoso," ujarnya.
"Karena jangan lupa dulu ia pernah ditangkap tahun 2005. Ada banyak temannya yang mengenal Santoso yang bisa jadi keluar penjara dan tidak aktif lagi dan ada yang masih aktif tapi tidak ikut bergerilya di hutan Poso. Itu yang harus diwaspadai gerekan balas dendamnya," katanya.
Lantas bagaimana dengan sisa anggota kelompok Santoso di dalam hutan Poso ? Menurut Ridlwan, mereka akan menyerah.
"Ada dua tokoh selain Santoso yakni Basri dan Ali Kalora. Kalau yang tewas Santoso dan Basri, maka Ali Kalora akan turun gunung, "katanya.
Anggota yang lain juga akan menyerah karena mereka kehilangan figur pemimpin.
"Selama ini mereka bertahan karena takut dengan Santoso, " kata Ridlwan.