TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penolakan Mahkamah Agung (MA) atas permohonan peninjauan kembali (PK) terpidana mati kasus narkoba Freddy Budiman, mendapat tanggapan dari Kejaksaan Agung.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyatakan pihaknya berencana mempercepat pelaksanaan eksekusi terhadap Freddy.
Terlebih, dia menilai telah ada desakan dari masyarakat.
"Bahwa masyarakat menghendaki semua segera diselesaikan," kata Prasetyo di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (22/7/2016).
Namun, Prasetyo belum menyatakan secara pasti, Freddy masuk dalam eksekusi tahap III atau tidak.
Mantan kader Partai NasDem ini hanya menuturkan bahwa ada beberapa persiapan yang harus pihaknya tuntaskan sebelum para terpidana bertemu juru tembak.
"Ini tidak semudah membalikkan telapak tangan, ini menyangkut masalah nyawa. Ini harus dipersiapkan dulu," katanya.
Beberapa tahapan yang harus disiapkan Kejaksaan sebelum mengeksekusi mati adalah melakukan notifikasi ke kedutaan besar bagi terpidana berwarga negara asing, pengisolasian terpidana, penyediaan rohaniawan, hingga persiapan juru tembak.
Sedangkan saat ini, Kejaksaan mengakui baru menyiapkan tempat pelaksanaan eksekusi yaitu di Lapangan Tembak Limus Buntu yang masih terletak pada Kompleks Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan.
Jumlah terpidana mati yang rencananya akan pertemukan dengan sang ajal juga belum diungkap Jaksa Agung.
Pada rapat kerja dengan DPR beberapa waktu silam, dia menyebutkan dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kejaksaan 2016 tersedia untuk 16 terpidana. Sedangkan terpidana mati kasus narkoba seluruhnya hingga Juni 2016 berjumlah 58 orang.
Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Agung telah menolak pengajuan peninjauan kembali yang diajukan terpidana mati Fredi Budiman.
Hal tersebut telah dikonfirmasi Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur.
"Benar sudah ditolak. Artinya kembali pada putusan sebelumnya," kata Ridwan melalui pesan singkat yang terima.
Berdasarkan infomasi di situs Kepaniteraan Mahkamah Agung (kepaniteraan.mahkamahagung.go.id) permohonan itu diputus pada Rabu (20/7/2016) oleh hakim agung Andi Samsan Nganro, Salman Luthan, dan H.M. Syarifuddin.
Perkara dengan nomor Register 145 PK/Pid.Sus/2016 itu, masuk ke Mahkamah Agung pada 13 Juli 2016 dan baru distribusikan ke hakim agung pada 19 Juli 2016.
Freddy Budiman alias Budi bin H. Nanang Hidayat merupakan terpidana mati kasus narkoba. Dia dinyatakan bersalah karena menyeludupkan narkotika jenis ekstasi sebanyak 1,4 butir dari Tiongkok.
Selama menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Freddy sempat membuat pabrik sabu.
Saat ini, gembong barang haram itu tengah menunggu waktu bertemu juru tembak di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan.