TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Dua puluh tahun lamanya pelanggaran HAM dan intervensi kekuasaan yang menjadi simbol matinya demokrasi telah terjadi melalui peristiwa 27 Juli 1996.
"Penyelesaian kasus dimana pemerintahan yang berkuasa saat itu menggunakan alat negara dan mematikan demokrasi arus bawah dengan menyerang kantor PDI sebagai simbol kedaulatan politik Partai, hingga saat ini masih gelap," ungkap Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, usai diskusi terbatas penyelesain kasus 27 Juli 1996 di Kantor DPP PDIP di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu, (27/7/2016).
"DPP PDI Perjuangan sesuai amanat Kongres IV akan terus berjuang terhadap penyelesaian pelanggaran demokrasi berat tersebut," lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Trimedya Panjaitan yang sejak awal konsisten memilih jalur hukum melalui Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) menegaskan, penyelesain kasus tersebut terhenti di pengadilan koneksitas.
"DPP PDIP meminta bantuan Komnas HAM dan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia untuk mempercepat penyelesain kasus penyalahgunaan kewenangan kekuasaan pemerintahan negara tersebut," ujar Trimedya Panjaitan, Ketua DPP PDIP Bidang Hukum dan HAM.
Sejumlah narasumber dari Komnas HAM, YLBHI dan pegiat HAM turut hadir dalam diskusi terbatas tersebut.
Diskusi juga dihadiri Alfons Kurnia Farma Ketua YLBHI.
Ketua Komnas HAM, M. Imdadun Rahmat, yang hadir didampingi komisioner Anshari, Sandra Moniaga menegaskan, terjadi pelanggaran HAM atas penyerbuan dan penyerangan kantor DPP PDI.
Yang membawa korban jiwa dan menunjukan adanya penyalahgunaan kekuasaan alat negara.
Komnas HAM menemukan bukti-bukti adanya perencanaan, dan upaya penyerangan dan pengambil-alihan secara paksa kantor Partai yang menjadi simbol demokrasi tersebut.
Hendardi yang dikenal vokal di dalam memperjuangkan penyelesaian pelanggaran HAM menegaskan bahwa konstruksi pengadilan koneksitas tidaklah tepat.
"Perlu desain penyelesaian kasus 27 Juli 1996 dengan mengunakan UU No 26 tahun 2000 tentang HAM. Supremasi hukum harus ditegakkan sebagai dasar bernegara guna menuntaskan berbagai kasus pelanggaran HAM," ujar Hendardi.