Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Usman Hamid, mantan koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menilai hukuman mati periode ketiga yang dilakukan di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo akan menurunkan tingkat kredibilitas penegakan hukum Indonesia di mata dunia internasional.
Dalam acara penandatanganan petisi menolak hukuman mati di kantor Lubis Santosa Maramis (LSM), Equity Tower SCBD, Senayan, Kamis (28/7/2016), ia menjelaskan bahwa ada kontradiksi dalam penegakan hak asasi manusia di Indonesia.
"Hukuman mati sudah ditinggalkan oleh banyak negara. Hanya 1/3 negara yang masih menggunakan hukuman mati, sebagian besar merupakan negara otoriter. Sedangkan Indonesia yang menganut demokrasi justru masih menggunakannya," ujar Usman.
Indonesia disorot dunia internasional lantaran dalam eksekusi yang akan dilaksanakan akhir pekan ini di Lapas Nusakambangan Cilacap menyeret 9 warga negara asing.
"Salah satunya adalah kami ingin menekan pemerintah agar memberi pengampunan pada Zulfikar Ali yang berasal dari Pakistan. Ia hanya menjadi korban setting-an perdagangan narkoba," kata Al Araf, Direktur Imparsial yang juga datang pada acara tersebut.
Di lain kasus, Usman Hamid menyebutkan bahwa warga Indonesia berkali-kali lolos dari hukuman mati di luar negeri.
Sementara pemerintah Indonesia tetap teguh mengeksekusi mati selama dua periode tanpa memperhatikan detail latar belakang para terpidana mati.
"Seperti kasus Wilfrida Soik tahun lalu yang terancam hukuman mati di Malaysia. Harusnya Indonesia juga mau mempertimbangkan pengampunan kepada mereka," kata Usman.