News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Cerita Pilu TKW di Negeri Jiran, Dijanjikan Bekerja di Spa, Ditipu Jadi PSK

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - YS alias MSN merupakan satu dari sejumlah perempuan yang tertipu dengan penawaran pekerjaan layak di luar negeri.

Namun, kenyataan yang didapatkannya tak sesuai yang dijanjikan.

Awalnya, YS tergiur penawaran pekerjaan dari AR alias Vio sebagai pekerja di salah satu tempat spa di Malaysia.

Ia diiming-imingi gaji yang besar, sekitar Rp 15 juta per bulan.

YS juga dibuatkan paspor oleh suami AR, RHW, dengan biaya Rp 9,5 juta.

Namun, dokumen yang digunakan untuk membuat paspor adalah dokumen palsu.

RHW bekerja sama dengan SH yang merupakan biro jasa resmi imigrasi di wilayah Jakarta.

"Dalam paspor tersebut, nama korban YS diganti menjadi MSN yang seakan sebelumnya korban sudah memiliki paspor di Bandung, padahal belum pernah punya," kata Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Kombes Umar Surya Fana, di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (1/8/2016).

Ternyata, tak hanya YS yang tertipu dengan penawaran AR. Polisi mengungkap sebanyak 22 tenaga kerja wanita lainnya diperdagangkan AR di Malaysia.

Mereka kebanyakan direkrut dari Jawa Barat dan Jakarta.

Umar mengatakan, AR merekrut mereka melalui media sosial.

Sebelum diberangkatkan ke Malaysia, selama dua pekan hingga satu bulan, para korban ditampung di apartemen di daerah Kelapa Gading, Jakarta Utara. 

Dipekerjakan sebagai PSK

Namun, YS dan perempuan lainnya yang dibawa AR tak dipekerjakan sebagai terapis di spa.

Mereka dipaksa melayani sebagai pekerja seks komersial. Menurut pengakuan YS, kata Umar, ia bisa melayani empat hingga sembilan pelanggan per hari.

Tak hanya itu, mereka bahkan tak menerima gaji selama dua bulan untuk mengganti biaya keberangkatan ke Malaysia, mulai dari biaya untuk paspor, sewa apartemen, makan, dan lain sebagainya. 

Melarikan diri

YS tak kuat dengan pekerjaan yang dilakukannya selama dua bulan.

Ia meminta izin untuk pulang ke Indonesia dengan dalih menjenguk orangtuanya yang sakit.

YS pun meminjam uang sebesar Rp 13 juta sebagai modal untuk pulang. Sesampainya di Indonesia, ia langsung melapor ke Bareskrim Polri.

Laporan tersebut dilakukan pada 3 Mei 2016.

Kemudian, polisi melakukan penangkapan terhadap AR, RHW, dan SP di tempat berbeda. Ketiganya pun telah ditahan di rumah tahanan Bareskrim Polri.

Saat menangkap AR dan RHW, polisi menemukan catatan korban yang isinya junlah konsumen yang dilayani per hari.

Catatan tersebut menjadi dasar penghitungan fee yang diterima korban. Dari 23 korban, baru 18 yang berhasil diselamatkan.

Sementara, 5 orang lainnya belum diketahui keberadaannya karena lokasi bekerja yang berpindah-pindah.

Bareskrim telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan mengirim penyidik ke Malaysia untuk melakukan pemeriksaan korban di shelter KBRI Kuala Lumpur. 

Lemahnya kebijakan 

Direktur Migrant Care Anis Hidayah menilai, kasus perdagangan tenaga kerja wanita ke luar negeri mendominasi kasus traffickingdi Indonesia.

Mereka dijanjikan pekerjaan mapan dan gaji tinggi. Akan tetapi, kenyataannya, dipekerjakan sebagai PSK atau pembantu rumah tangga.

Anis menilai, hal ini terus terjadi lantaran sistem perlindungan tenaga kerja Indonesia masih lemah.

"Kebijakan migrasi di Indonesia memang bolongnya besar sehingga yang berangkat ke luar mekanismenya lebih pada perdagangan orang, bukan migrasi tenaga kerja," ujar Anis saat dihubungi Kompas.com, Senin malam.

Hal tersebut lantaran skema migrasi di Indonesia dimonopoli oleh swasta.

Anis mengatakan, kebanyakan perusahaan swasta terfokus pada keuntungan yang akan mereka dapatkan ketimbang proses migrasi yang aman.

Saat ini, kata Anis, trafficking seolah dilegitimasi oleh undang-undang. Hal tersebut terlihat dari pembahasan revisi Undang-undang TKI yang alot di DPR RI.

"Mesti kita curigai, ada pihak yang juga turut bermain bagaimana memastikan revisi amankan praktik seperti ini," kata Anis.

Menurut dia, banyaknya korban yang tertipu iming-iming pelakutrafficking bisa dicegah mulai dari hal yang dasar, seperti pendidikan.

Anak-anak pada usia sekolah yang rentan dijadikan korban eksploitasi anak.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini