TRIBUNNEWS.COM - Wacara kebijakan 'full day school' yang dilontarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy memicu kontroversi.
Kebijahan yang memastikan siswa mengikut kegiatan 'seharian di sekolah' ini tak pelak memantik reaksi beragam dari publik.
Tak cuma publik umum, pengguna media sosial pun ikut bersuara terhadap wacana kebijakan tersebut.
Banyak yang mendukung kebijakan tersebut, tak jarang pula yang mengecamnya.
Buntutnya, wacana tersebut melahirkan hashtag #FullDaySchool yang memuncaki trending topic di jejaring sosial Twitter.
Salah satunya, penulis dan aktris Djenar Maesa Ayu yang menolak wacana tersebut melalui akun Twitter miliknya @djenarmaesaayu.
"Sekolah bukan menguji intelejensimu, tapi ingatanmu. Pendidikan bisa dipelajari di luar ruang kelas," kicau akun @djenarmaesaayu.
Ada pula pengguna akun bernama @Furay99 yang berkicau, "Full day school. Terus ngajinya kpn adek2 itu. Sosialisasi kpn. Pulang udh capek. Kita hidup gk cuma di dunia lho Pak Menteri.#fulldayschool."
Berikut kicauan-kicauan netizen yang menolak wacana tersebut:
@nurtsanyah: 'Jika ingin full day school,liat dulu usia yg pas, kasian yg SD, kedekatan dengan orang tuanya sedikit #FullDaySchool'
@Asyokaajeng: 'Liar tidaknya seorang anak bkn sepenuhnya tanggungjawab guru. Akan sangat tdk adil rasanya bila waktu mereka habis di sekolah #fulldayschool
Namun, ada pula netizen yang mendukung wacana kebijakan tersebut, tapi tentunya dengan syarat.
"Kebijakan #FullDaySchool jika sistem pembelajarannya juga bagus dan menyenangkan saya rasa tidak masalah," tulis @sigitedsantoso, salah satu netizen yang mendukung wacana itu.
Petisi
Bukan cuma di Twitter, netizen juga melakukan penolakan dengan membuat petisi di Change.org.
Pendapat yang mengemuka mayoritas menolak wacana tersebut. Seorang orangtua siswa, Deddy Mahyarto Kresnoputro, menggagas sebuah petisi "Tolak Pendidikan "Full Day"/Sehari Penuh di Indonesia" di www.change.org.
Petisi ini ia tujukan kepada Presiden RI, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, serta para orangtua siswa.
"Belum selesai kita membenahi masalah kurikulum yang kerap kali diacak2, sekarang muncul wacana untuk Anak Sekolah Sehari Penuh, dengan alasan pendidikan dasar saat ini tidak siap menghadapi perubahan jaman yang begitu pesat. Semoga bapak2 dan ibu2 tahu bahwa tren sekolah di negara2 maju saat ini adalah less school time, no homework, more about character building," demikian Deddy menuliskan latar belakang petisi yang digagasnya.
Hingga pukul 13.25 WIB, Selasa (9/8/201), petisi ini telah ditandatangani 14.698 orang.
Deddy berharap, melalui petisi ini, para pembuat kebijakan mempertimbangkan wacana yang dinilainya justru membahayakan masa depan anak.
"Semoga dengan mengisi petisi ini kita bisa membuat para pembuat kebijakan sadar bahwa pilihan ini justru berbahaya, dan mendorong kita para orang tua dan praktisi pendidikan untuk dapat mencari solusi terbaik bagi anak2 kita di jangka pendek dan bagi kemajuan Bangsa Indonesia di jangka panjang," kta Deddy.
Wacana 'full day school'
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, gagasan "full day school" untuk pendidikan dasar (SD dan SMP), baik negeri maupun swasta muncul agar anak tidak sendiri ketika orangtua mereka masih bekerja.
"Dengan sistem full day school ini secara perlahan anak didik akan terbangun karakternya dan tidak menjadi liar di luar sekolah ketika orangtua mereka masih belum pulang dari kerja," kata Mendikbud di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Minggu (7/8/2016).
Menurut dia, kalau anak-anak tetap berada di sekolah, mereka bisa menyelesaikan tugas-tugas sekolah sampai dijemput orangtuanya seusai jam kerja.
Selain itu, anak-anak bisa pulang bersama-sama orangtua mereka sehingga ketika berada di rumah mereka tetap dalam pengawasan, khususnya oleh orangtua.
Mendikbud mengaku bahwa gagasan ini sudah disetujui Wakil Presien Jusuf Kalla.