News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sekolah Full Day

'Tak Bisa Dibayangkan Repotnya Guru Jika Sekolah Full Day Diterapkan'

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Reni Marlinawati

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi X DPR RI Reni Marlinawati meminta wacana sekolah Full Day yang disuarakan Mendikbud Muhadjir Effendi dikaji matang.

Politikus PPP tersebut mengingatkan agar wacana tersebut mempertimbangkan dampak yang akan muncul diantaranya soal guru.

"Semakin lama guru di sekolah maka semakin sedikit melakukan evaluasi belajar serta semakin sedikit waktu untuk merencanakan program pembelajaran di hari berikutnya," kata Reni melalui pesan singkat, Selasa (9/8/2016).

Reni tidak bisa membayangkan begitu repotnya guru bila wacana sekolah full day diberlakukan.

"Berangkat pagi, pulang pukul 18.00 sore," imbuhnya.

Guru ketika dirumah, kata Reni, sudah sangat capek belum lagi memeriksa tugas anak-anak dan menyiapkan rencana pembelajaran hari berikutnya.
Ketua Fraksi PPP itu juga mempertanyakan ketersediaan fasilitas sekolah untuk menunjang program full day.

Contohnya, fasilitas olahraga, fasilitas tempat mengaji, dan fasilitas penunjang untuk program full day lainnya.

"Pertanyaannya, apakah semua sekolah memiliki fasilitas yang memadai walaupun itu di sekolah negeri? Bahkan di dapil saya masih ada SDN lantainya masih dari tanah," katanya.

Hal-hal teknis seperti ketersediaan fasilitas untuk menunjang program sekolah full day akan menjadi persoalan serius.

Ia juga menilai wacana itu menyederhanakan persoalan bahwa seolah-olah orangtua anak di Indonesia yang bekerja sepulang bekerja bisa jemput anaknya.

Kalau di kampung hal tersebut relatif mudah, karena orangtua relatif lebih banyak waktu untuk mendidik anak.

Namun, di kota besar seperti di Jakarta kemacetan luar biasa.

"Saat berangkat kerja bebarengan dengan jadwal masuk sekolah macetnya luar biasa. Apalagi saat pulang kantor yang bebarengan dengan menjemput anak, tentu macetnya makin luar biasa," katanya.

Ia menganggap wacana sekolah full day hanya diliaht dari sudut pandang perkotaan.

"Saya kira wacana "Full Day" ini dalam perspektif metropolitan," katanya.

Reni mengaku sebagai umat Islam tentu senang, bila program Full Day ada alokasi untuk belajar mengaji.

Namun, masalahnya anak sekolah tidak hanya dari masyarakat muslim.

Hal itu kata Reni juga harus menjadi bahan pertimbangan.

Argumentasi mengaji di sekolah untuk menangkal faham radikalisme, hal tersebut merupakan simplifikasi terhadap persoalan.

"Saya kira harus ada kajian dan penelitian tentang semakin banyak anak mendapat pelajaran di sekolah apakah kelak saat lulus sekolah akan menjadi anak yang kompeten, mandiri, adaptif terhadap perkembangan zaman?" katanya mempertanyakan.

Ia mengingatkan keberhasilan anak bukan terletak seberapa besar nilai yang diraih.

Namun, bagaimana anak memiliki sikap percaya diri, keberanian, serta adaptif terhadap lingkungan.

Anak memiliki tiga lingkungan yakni rumah, sekolah, dan masyarakat.

"Kalau anak hanya hidup di lingkungan rumah dan sekolah sedangkan lingkungan masyarakat sedikit tentu akan merepotkan bagi anak," katanya.

Kelak anak-anak akan lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan masyarakat.

Intinya, kata Reni, jangan menyimpulkan anak kelak akan berhasil kalau menerima banyak pelajaran.

"Namun, bagaimana menanamkan kepada anak tentang keberanian hingga mampu beradaptasi melakukan kreativitas," ucap Reni.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini