Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penambahan jam sekolah bukan berarti siswa seharian berada di sekolah. Gagasan sebenarnya para siswa pulang sekolah berbarengan dengan jam pulang kerja orangtuanya.
Demikian disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, di SCBD, Jakarta Selatan, Selasa (9/8/2016). Ia menegaskan penambahan jam sekolah tak sama dengan full day school.
"Perpanjang waktu di sekolah mempersempit ruang waktu, yaitu ketika sekolah tidak lagi bertangungjawab sedang keluarga belum bisa menerima mereka," kata Muhadjir.
Ia menjelaskan penambahan jam sekolah masih sebatas gagasan dan prosesnya masih panjang. Meski sudah dikaji, belum tentu gagasan tersebut diterapkan.
"Kita kembalikan kepada presiden, begini kajiannya, begini responnya. Nanti keputusannya di tangan presiden," beber Muhadjir.
Pria 60 tahun kelahiran Madiun itu mengaku telah menyampaikan gagasannya kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Keduanya telah memberi respon sehingga langsung dikaji.
"Saya sampaikan itu kepada Pak JK (Jusuf Kalla), beliau menyambut baik dan meminta dibuatkan dulu pilot project kemudian diseminasi," cerita dia.
Penambahan pendidikan karakter dalam penambahan jam belajar nanti, menurut Muhadjir, sesuai dengan program nawacita Presiden Jokowi.
Sebagai seorang pembantu presiden ia mencoba mengiplementasikannya dalam program pendidikan.
"Program Presiden tertuang dalam nawacita. Dalam nawacita ada program pendidikan. Dalam Program pendidikan ada amar perlunya pendidikan karakter, budi pekerti yang ditekankan pada pendidikan dasar," terang Muhadjir.
Dalam poin program nawacita porsi pembelajaran yang diberikan kepada para siswa tidak melulu mengenai ilmu pengetahuan namun lebih banyak pada pendidikan karakter.
"Untuk pendidikan dasar, 70 persen karakter dan 30 persen pengetahuan. Untuk SMP, 60 persen karakter dan 40 persen pengetahuan. Kemudian kita mencari cara bagaimana implementasinya karena ini pendidikan karakter," kata dia.