TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Antusias masyarakat dalam mengikuti perkembangan revolusi mental ketenagakerjaan yang digagas Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Muhammad Hanif Dhakiri terus meningkat.
Namun, jika kepedulian ini tidak dikelola dengan baik, kepedulian ini akan menjadi ‘kegaduhan’ yang memberikan efek negatif terhadap kondisi perekonomian negara. Kegaduhan akan mengakibatkan tidak kondusifnya iklim investasi di Indonesia.
“Tanpa peningkatan kompetensi, mereka yang bekerja juga akan sulit untuk mendapat kenaikan karier, kenaikan upah dan kesejahteraan hidup yang lebih baik,” ungkap Hanif Dhakiri.
Pada era persaingan global dewasa ini, peran pengawasan ketenagakerjaan menjadi sedemikian penting untuk menjaga stabilitas ketenagakerjaan nasional. Sebab, pengawas ketenagakerjaan memilki andil penting dalam upaya menegakkan aturan penggunaan TKA.
Kemnaker terus melakukan upaya pembenahan penyelenggaraan pengawasan ketenagakerjaan di daerah-daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, sebagai revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tersebut, urusan pengawasan ketenagakerjaan merupakan urusan wajib dan bersifat konkuren antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi. Namun minimnya jumlah pengawas ketenagakerjaan saat ini menjadi persoalan tersendiri dalam memaksimalkan peran pengawasan ketenagakerjaan.
Oleh karena itu, peran masyarakat dalam memonitoring peredaran TKA sangat dibutuhkan untuk menunjang kinerja pengawas ketenagakerjaan.
Pengawasan ketenagakerjaan di dasarkan pada kesejahteraan masyarakat, pelayanan masyarakat, keseragaman implementasi, kebebas dari pengaruh dan tekanan serta objektivitas. Sedangkan pendekatan pengawasan ketenagakerjaan, dibagi menjadi tiga yakni preventif edukatif, represif non yuridis dan represif yuridis. Sebab, pengawasan merupakan suatu fungsi publik.
Selain itu, kerjasama yang erat antara pengawas ketenagakerjaan, pengusaha dan pekerja (kader norma ketenagakerjaan dan komite pengawasan ketenagakerjaan), menjadi bagian dari prinsip utama pengawasan ketenagakerjaan selain kerjasama yang efektif dengan institusi lain dan orientasi terhadap pencegahan.
Peran kunci pengawasan ketenagakerjaan adalah untuk mendorong, mempromosikan, menginformasikan, memberikan edukasi, melakukan persuasi, mempengaruhi danmenjamin implementasi dari peraturan perundangan ketenagakerjaan oleh seluruh pihak yang berkepentingan.
Berbicara kompetisi tenaga kerja global yang semakin ketat, rasanya kurang lengkap jika tidak melirik kesiapan Tenaga Kerja Dalam Negeri (TKDN) terutama dalam hal kompetensi dan daya saingnya. Jika kompetensi TKDN terus meningkat dan daya saingnya kuat, maka akan dapat bersaing untuk memperebutkan posisi kerja tertentu.
Peningkatan kompetensi melalui pelatihan kerja di Balai Latihan Kerja (BLK) maupun melalui program pemagangan menjadi salah satu langkah pemerintah yang cukup strategis dalam upaya meningkatkan skill dan daya saing TKDN.
Untuk diketahui, Saat ini terdapat 279 Balai Latihan Kerja (BLK) milik pemerintah baik pusat maupun daerah. Selain itu juga terdapat Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) sekitar kurang lebih 90 LPK yang dikelola kementerian teknis terkait selain LPK swasta yang jumlahnya mencapai angka ribuan.
Pemerintah dalam hal ini Kemnaker, terus mengupayakan agar BLK dan LPK tersebut benar-benar menghasilkan SDM yang kompeten.