Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Gagasan menaikkan harga jual rokok menurut Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, berpotensi untuk menekan jumlah perokok di Indonesia.
Ia mengaku setuju, bila cukai rokok dinaikkan, sehingga menyebabkan harga jual rokok melambung tinggi.
Ia menyebutkan bahwa rokok adalah suatu hal yang bisa merusak kesehatan, oleh karena itu di setiap produknya, selalu diberi peringatan.
Bahayanya lagi saat ini produsen rokok disinyalir aktif membina konsumennya sejak dini sehingga tingkat konsumsi rokok di Indonesia harus ditekan.
"Maka lebih baik penjualan rokoknya dikurangi, dengan menaikkan harga,"ujar Jusuf Kalla kepada wartawan, di kantor Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Senin (23/8/2016).
Wakil Presiden meyakini bahwa dengan menaikkan cukai rokok, pemerintah selain bisa menekan jumlah perokok, juga bisa menjaga pemasukan negara.
Namun sejauh mana niat pemerintah merealisasikan wacana menaikkan harga rokok, ia menyebut hal itu masih pada tahap pembicaraan.
Lalu apakah dengan menekan tingkat konsumsi rokok dapat membunuh para petani tembakau di Indonesia, Wakil Presiden mengaku tidak mengkhawatirkan hal itu.
Pasalnya 40 persen tembakau yang digunakan dalam industri rokok adalah tembakau impor, sehingga menekan jumlah penjualan rokok tidak akan berdampak besar bagi petani tembakau.
Artinya kalau kita mengurangi rokok yang dikurangi dulu yang diimpor ini, jadi tidak merugikan petani justru akan diuntungkan karena harga tembakau akan naik," jelasnya.
Wacana menaikkan harga jual rokok dilontarkan oleh Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Hasbullah Thabrany.
Dari survei yang dilakukan lembaganya terhadap 1000 orang responden, 72 persen mengaku akan berhenti merokok, bila harganya di atas Rp 50 ribu.