TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengungkap cara pelaku eksploitasi anak laki-laki untuk klien penyuka sesama jenis kelamin dalam merekrut korbannya.
Ari menyebut, tersangka AR merupakan pelaku utama dalam kasus ini. AR dengan mudah mengajak para korban karena lingkungannya dikelilingi dengan anak-anak usia sekolah.
"Di tempat indekos ini lingkungannya remaja. Mereka membuat grup namanya 'Reo Ceper Management'," ujar Ari di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (1/9/2016) malam.
AR mulai merekrut korbannya setelah bebas dari penjara lima bulan lalu. Ia dipenjara selama 2,5 tahun dengan kejahatan sebagai mucikari yang memperdagangkan perempuan.
AR mengiming-imingi korbannya dengan tawaran uang yang menggiurkan jika mau ikut "berbisnis" dengannya.
"Dia pengaruhi dengan uang, kemudian dengan HP sebagai alat komunikasi. Mereka dibujuk supaya mau layani laki-laki," kata Ari.
AR menjajakan korbannya melalui akun Facebook bernama "Brondong". Di akun tersebut, AR memajang foto-foto korban dengan keterangan foto berisikan nama dan huruf khusus yang diketahui merupakan sandi.
Huruf V menandakan anak tersebut bertindak sebagai perempuan, T bertindak sebagai laki-laki, dan B untuk biseksual.
Jasa setiap anak bertarif Rp 1,2 juta. Dari uang sebanyak itu, tiap-tiap anak hanya menerima Rp 100.000-Rp 150.000 untuk layanan singkat.
Untuk menangkap AR, petugas kepolisian memancingnya dengan berpura-pura menjadi pelanggan dan memesan enam korban.
AR kemudian mengatur pertemuan di hotel yang dianggap paling aman di sekitar Bogor.
"Dia datang dengan tujuh anak, lalu kami tangkap," kata Ari.
Dari pengembangannya, polisi menangkap U dan E terkait kasus ini. Tersangka U merupakan mucikari, sama seperti AR.
Sementara itu, E merupakan pemakai jasa prostitusi anak sekaligus perekrut dan menyediakan rekening untuk menampung uang hasil kejahatan AR.
Para pelaku terancam pasal berlapis terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. (Ambaranie Nadia Kemala Movanita)