TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penunjukan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan sebagai calon Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) menimbulkan pro dan kontra.
Ada sebagian kalangan menilai jenderal bintang 3 Polri itu belum layak sebagai Kepala BIN.
Sedangkan pendapat lainnya menilai Budi Gunawan pantas menyandang jabatan itu.
Pengamat intelijen Universitas Indonesia (UI), Ridlwan Habib menyakini Presiden Joko Widodo (Jokowi) memilih Budi Gunawan dengan kalkulasi politik amat matang.
"Kepala BIN bukan hanya jabatan teknokratik yang mengandalkan kompetensi intelijen. Tapi juga jabatan politik," ujarnya kepada Tribunnews.com, Jumat (2/9/2016).
Karena itu, kata dia, Kepala BIN diangkat Presiden dengan pertimbangan DPR.
Untuk mengisi jabatan politik, Presiden pasti melakukannya dengan kalkulasi politik yang matang termasuk akomodasi politik.
Secara kompetensi jelasnya, Budi Gunawan memang tidak memiliki pengalaman bidang intelijen secara formal.
Namun, tegasnya, sosok Wakapolri itu pernah memimpin dua Polda yang didalamnya ada fungsi intelijen.
"Bos intel, tidak musti jago teknis intel, tapi paham cara dan mekanisme anak buahnya bekerja,"katanya.
Saat menjabat Kapolda Jambi dan Kapolda Bali yang membawahi direktorat intel dan propam Polda.
Pun saat menjabat KaDiv ProPam Polri yang bertugas untuk melakukan pengamanan dan intelijen di Mabes Polri.
Jabatan ini setara dengan Asisten Pengamanan di TNI AD, AL, AU yang kental nuansa intelijennya.
"Tentu pak Jokowi pasti sudah punya laporan rekam jejak yang lengkap sebelum memilih pak Budi Gunawan, " jelas Peneliti S2 Intelijen UI.