Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permohonan perubahan Pasal 284, 285, dan 292 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai zina mengancam eksistensi penganut kepercayaan minoritas di Indonesia.
Perubahan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi itu menyatakan pernikahan yang tidak ditandai melalui berkas administrasi yang sah dianggap sebagai zina dan bisa dipidanakan.
Padahal para penganganut kepercayaan selama ini kesulitan mendapat legalitas dari pemerintah karena kepercayaan yang mereka anut tidak dianggap oleh negara.
Ketua Komnas Perempuan, Azriana mencemaskan akan adanya konflik horizontal jika perubahan KUHP tersebut dikabulkan.
"Karena itu bukan delik aduan maka siapa saja bisa melaporkan jika mereka dianggap kumpul kebo karena tidak memiliki berkas pernikahan yang sah."
"Padahal selama ini negara tidak memfasilitasi kepercayaan minoritas sebagai agama sah di Indonesia," ungkap Azriana, Jumat (2/9/2016).
Azriana mempertanyakan keberadaan negara untuk melindungi eksistensi penganut kepercayaan sebagai kekayaan budaya Indonesia.
"Negara harus buktikan komitmen untuk melindungi setiap warga negara, bukan melindungi agama atau kepercayaan tertentu," katanya.
Lanjut dia, kalau negara memegang teguh komitmen tersebut perubahan KUHP yang diajukan pemohon itu tidak perlu.
Perubahan tersebut diajukan Prof Dr Euis Sunarti dari Institut Pertanian Bogor kepada Mahkamah Konstitusi dan saat ini telah memasuki sidang ke-7.