TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menegaskan, Presiden Filipina Rodrigo Duterte mempersilakan aparat hukum Indonesia untuk mengeksekusi terpidana mati Mary Jane Veloso.
"Presiden Duterte menyampaikan, silakan diproses sesuai hukum yang ada di Indonesia. Artinya kan jelas," ujar Jokowi di Terminal Petikemas Kalibaru Pelabuhan Utama Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (13/9/2016).
Terpidana mati, Marry Jane saat acara melukis bersama dengan 50 seniman di Lapas Kelas IIB Yogyakarta,n Senin (9/11/2015).Marry Jane yang merupakan terpidana mati kasus kurir narkoba yang sempat akan dieksekusi pada April tersbeut karena ada proses hukum yang menyangkut Mary Jane yang masih berlangsung di Philipina. TRIBUN JOGJA/HASAN SAKRI
Pernyataan Duterte bahwa Mary Jane mesti diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia ditangkap Jokowi sebagai bentuk penghormatan Filipina terhadap putusan pengadilan atas Mary Jane, yakni hukuman mati.
"Gimana sih? Kan sudah sangat jelas beliau hormati proses hukum yang ada di sini. Ya, sudah," ujar Jokowi.
Hal itu disampaikan Presiden Jokowi ketika diminta tanggapan bantahan dari Kementerian Luar Negeri Filipina terkait Mary Jane.
Kemenlu Filipina menyebutkan, Duterte belum memberikan "lampu hijau" terkait eksekusi Mary Jane.
"Presiden Duterte tidak memberi 'lampu hijau' atas eksekusi Veloso namun menyatakan presiden akan menerima 'keputusan akhir' terkait kasus Mary Jane," demikian pernyataan Menlu Filipina Perfecto R Yasay lewat akun resmi dan media sosial.
Bantahan itu disampaikan menyikapi pernyataan Jokowi sebelumnya bahwa Duterte justru mempersilakan Pemerintah Indonesia untuk mengeksekusinya.
Masalah Mary Jane disinggung dalam pertemuan bilateral antara Jokowi dan Duterte di Istana Negara, Jakarta, Jumat (9/9/2016) lalu.
Presiden Jokowi mengapresiasi langkah Duterte yang menghormati hukum di Indonesia. Ia menyebut, dengan demikian, Duterte konsisten dalam memerangi tindak pidana narkotika di mana pun.
"Saya lihat konsistensi Presiden Duterte terhadap narkoba sangat tinggi. Tidak ada toleransi," ujar Jokowi.
Jaksa Agung HM Prasetyo sebelumnya mengakui, saat ini ada permintaan dari Filipina agar Pemerintah Indonesia segera memberi pengampunan kepada Mary Jane.
Namun, Prasetyo menegaskan, Presiden Jokowi baru akan mempertimbangkan pemberian grasi apabila sudah ada putusan dari pengadilan Filipina bahwa Mary Jane adalah korban perdagangan manusia.
"Pak Presiden sudah tahu itu. Yang jelas kita tetap menunggu proses hukum yang dijalankan di sana," kata Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (9/9/2016).
Prasetyo mengaku sudah bertemu dengan Jaksa Agung Filipina. Ia meminta agar proses hukum Mary Jane di Filipina dipercepat.
Prasetyo memastikan, jika pengadilan Filipina ingin melakukan pemeriksaan terhadap Mary, Kejaksaan siap memfasilitasi selama dilakukan di Indonesia, atau pemeriksaan bisa melalui sambungan telekonferensi.
"Kalau (Mary Jane) dibawa ke sana, ya rasanya tidak," tambah Prasetyo.
Mary Jane Veloso dinyatakan bersalah membawa 2,6 kilogram heroin ke Indonesia dan dijatuhi hukuman mati.
Menjelang detik-detik eksekusi mati pada Rabu (29/4/2015) dini hari, eksekusi terhadap Mary tak dilakukan.
Penundaan eksekusi dilakukan setelah tersangka perekrut Mary Jane, Maria Kristina Sergio, menyerahkan diri kepada kepolisian Filipina, Selasa (28/4/2015). Kesaksian Mary Jane diperlukan pengadilan di Filipina.
Pengacara serta aktivis pegiat HAM menyebut Mary Jane sebagai korban human trafficking yang dijebak untuk membawa 2,6 kg heroin ke Indonesia.
Penulis : Fabian Januarius Kuwado