TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius meminta semua pihak tidak menyimpulkan secara dini kelompok Mujahidin Indonesia Timur telah habis.
Hal itu usai penangkapan tangan kanan Santoso, Basri oleh Satgas Tinombala.
"Jangan terlalu dini. Namanya mindset, ideologi tidak mudah. Makanya yang saya terapkan di BNPT ada soft approach. Bagaimana kita mereduksi radikalisme. Itu kita coba terapkan, kita rangkul semua," kata Suhardi di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (15/9/2016).
Suhardi mengatakan pihaknya telah melakukan pencegahan terhadap potensi radikalisme. Caranya, berkoordinasi dengan lintas kementerian.
Jenderal Bintang Tiga itu mengaku bersama Komnas HAM serta pimpinan pasukan Tinombala memberikan pemahaman persoalan terorisme dalam bingkai HAM.
"Sekarang kita lihat perlakuannya sangat manusiawi," ujarnya.
Selain itu, Suhardi juga mengaku sedang mempertanyakan barang bukti yang didapat dari Basri.
Ia mendapat informasi Basri sempat membuang senjatanya. Informasi itu sedang diindentifikasi oleh Polri dan TNI yang bertugas di Poso.
"Seperti yang dulu juga kan gitu yang menyerahkan diri kan senjatanya belakangan ditunjukan di mana. Nah ini juga," ujar Suhardi.
Suhardi menegaskan Basri akan tetap menjalankan proses hukum untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Meskipun, pelaku terorisme menyerahkan diri ke aparat.
Ia mengingatkan Santoso yang tewas dalam baku tembak dengan Satgas Tinombala juga diproses hukum.
"Ada pertanggungjawaban hukumnya. Semua dalam bingkai hukum. Ada yang lanjut ke pengadilan, ada yang mungkin tersangkanya meninggal dunia dan sebagainya. Jadi semua pertanggungjawabannya kepada masyarakat," ungkapnya.