TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang Paripurna DPD RI menerima keputusan hasil rapat pleno Badan Kehormatan untuk memberhentikan Irman Gusman dari jabatan Ketua DPD.
Sebelum putusan BK itu diterima, terjadi perang interupsi antara yang mendukung dan menolak pemberhentian Irman Gusman.
"Secara resmi keputusan Badan Kehormatan sudah disampaikan. Status Irman Gusman kini sudah non aktif," kata Wakil Ketua DPD, Farouk Muhammad di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (20/9/2016).
Farouk menuturkan, perdebatan menyikapi nasib Irman Gusman adalah hal yang wajar.
Dalam demokrasi beda pendapat merupakan hal yang biasa dan lazim dalam sebuah forum.
"Kalau perdebatan itu sifatnya klarifikasi saja. BK sebenarnya dapat informasi saja bisa melakukan tindakan," ujarnya.
Sementara itu, Ketua BK DPD, AM Fatwa menegaskan bahwa keputusan Badan Kehormatan adalah final dan mengikat.
Dirinya menegaskan bahwa tidak ada lagi pembahasan terkait keputusan pemberhentian Irman Gusman dari jabatan Ketua DPD.
"Keputusan BK itu final dan mengikat. Tidak ada pembahasan lagi di BK. Irman Gusman diberhentikan sebagai Ketua DPD RI," ujar Fatwa.
Dalam sidang paripurna DPD, Emma Yohana, senator asal Sumatera Barat melakukan interupsi untuk meminta ditundanya pengesahan keputusan BK terkait pemberhentian Irman Gusman.
Dirinya berpendapat bahwa keterangan Irman sebagai tersangka KPK belum jelas karena belum ada surat langsung ke DPD.
"Ini belum jelas, belum ada suratnya. Kapan tim pencari fakta dibuat? Tolong hati nurani kita, kita tunggu dulu (pemberhentian Irman Gusman), kata Emma.
Berbeda dengan Emma, anggota DPD Aji Mirza mengingatkan tata tertib DPD pasal 52 poin r yang menyebutkan Ketua/Wakil Ketua diberhentikan apabila berstatus tersangka. Jadi menurutnya, otomatis Irman Gusman harus diberhentikan karena statusnya tersangka.
"Irman Gusman diberhentikan jadi ketua bukan anggota DPD. Kita harus berpatokan pada tatib DPD," ujar Aji.