TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- KASUS pembunuhan Abdul Gani, pengikut Padepokan Dimas Kanjeng Taat Priadi, memasuki tahap rekonstruksi (reka ulang), Senin (3/10/2016). Selain melakukan rekonstruksi, polisi juga melakukan pengamanan aset di Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jawa
"Selain rekonstruksi, hari ini juga dilakukan pengamanan aset," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Pol Martinus Sitompul, di Mabes Polri, Jakarta, Senin. Dalam upaya mengamankan aset milik Dimas Kanjeng Taat Pribadi, Bareskrim Polri mengirim penyidiknya dari Jakarta. Selain itu dua staf Bank Indonesia (BI) pusat dan tiga staf BI Cabang Surabaya juga dihadirkan.
Taat Pribadi dan keempat tersangka lainnya menjalani reka ulang di padepokannya. "Ada 64 adegan rekonstruksi terhadap kasus pembunuhan muridnya, Abdul Gani," kata Martinus.
Selain Taat, menurut polisi, ada empat tersangka lainnya yang dihadirkan dalam rekonstruksi pembunuhan yang meliputi perencanaan-perencanaan, penyerahan uang dan eksekusinya.
"Ada perencanaan-perencanaan, kemudian ada penyerahan uang dan kemudian ada eksekusinya, dibawa pergi, dibeli plastik, dibeli tali yang bisa mengangkut beban sampai 200 kilogram," kata Martinus.
Taat Pribadi ditangkap atas dugaan keterlibatan dalam perencanaan pembunuhan terhadap dua pengikutnya, Abdul Gani dan Ismail Hidayat. Taat Pribadi disangka telah memerintahkan anak buahnya bernama Wahyu untuk menghabisi Abdul Gani dan Ismail, karena kedua orang itu berencana membongkar penipuan penggandaan uang yang dilakukan sang guru.
Selain itu, Taat Pribadi juga terindikasi melakukan penipuan, modusnya mampu menggandakan uang. Jumlah korban penipuan diperkirakan ribuan orang, namun baru empat orang yang resmi melapor.
Kombes Martinus menjelaskan empat laporan itu yakni satu di Bareskrim, kerugian mencapai Rp 25 miliar, sedangkan tiga lainnya di Jawa Timur. Satu laporan di Polda Jatim dilakukan warga Makassar yang mengaku mengalami kerugian Rp 300 miliar.
Dikatakan, dalam waktu dekat akan ada dua laporan menyusul yakni di Probolinggo dan Tanjung Perak, Surabaya. (tribunnews/treresia felisiani)