Masyarakat pengunjung Taman Hutan Raya (Tahura) Ir. H. Juanda, baik lokal maupun mancanegara, mendukung bebasnya kafe kopi kini setelah penertiban oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Jawa Barat pada Kamis (20/10/16) lalu.
Wisatawan mengaku menyambut baik, sekaligus merasa lebih enak berkunjung, terutama setelah pemilik empat kedai kopi membongkar sendiri kafe di kawasan taman tersebut pada Senin (31/10/16) lalu.
Anti, warga Sragen, Jawa Tengah, mengatakan, dirinya sepakat dengan penutupan kafe kopi yang sekalipun bikin nyaman, namun tidak sesuai peruntukannya.
"Kalau mengganggu seperti resapan air atau aturan lain, ya saya sepakat bangunan kafe ini harus ditertibkan. Fungsi hutan harus dikembalikan supaya lebih segar lingkungannya," katanya kepada Tim Humas Jabar, Minggu (6/11/16) siang.
Dalam pantauan, kafe tersebut dikelilingi pita segel hitam kuning dan sebagian isinya sudah dibongkar. Di depan pintu dan jendela juga masih terpasang tulisan pengumuman tentang penyegelan. Pun demikian, hal ini tak menganggu arus pergerakan wisatawan.
Anti melanjutkan, dirinya menyambut baik tindakan penyegelan yang disertai upaya pengelola mempercantik Tahura. Seperti di taman bermain yang saat ini dalam masa perbaikan, sehingga terlihat lebih cantik dan nyaman.
Sementara itu, Albert, seorang warga Amerika Serikat, yang berkunjung ke wahana wisata alam itu menambahkan, sudah seharusnya keindahan alam tetap menjaga hutan konservasi tanpa mengubah fungsi menjadi hutan produksi atau lainnya.
"Saya lama di Indonesia dan sudah beberapa kali ke sini. Saya berharap hutan kota ini tetap terjaga dan menjadi objek wisata alam tanpa merusak ekosistem dengan hadirnya bangunan-bangunan yang merubah fungsi wisata ini," katanya.
Taman Hutan Raya (Tahura) Ir. H. Juanda, baik lokal maupun mancanegara, mendukung bebasnya kafe kopi kini setelah penertiban oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Jawa Barat pada Kamis (20/10/16) lalu.
Karenanya, kata dia, apresiasi diberikan kepada pengelola, khususnya Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang melakukan pembenahan dengan menyegel dan akhirnya dibongkar sendiri bangunan tersebut.
Dia tak memungkiri jika kafe tersebut menambah daya tarik. Akan tetapi, jika tak sesuai zonasi dan ke depan merusak alam, maka sudah seharusnya distop dan jangan dibangun lagi ke depannya.
"Tapi saya minta pedagang di dalam (PKL, red) juga bisa lebih ditata. Jadi, keseluruhannya akan lebih nyaman," ujar pria yang pesiar bersama koleganya tersebut.
Sebagaimana diwartakan sebelumnya, Kasatpol PP Provinsi Jabar Udjwalaprana Sigit dan timnya menyegel empat kafe yang umumnya menjual kopi pada Kamis, 20 Oktober lalu. Keempatnya adalah Armor, Jungle Coffee House, Balcony Resto and Cafe, dan Waroeng Pinus.
Penyegelan dilakukan bertahap dan melewati prosedur legal yang tertib. Keempat pengelola kafe diberi waktu empat bulan untuk mencari legal standing pendirian empat bangunan kafe itu.
Pada Juni lalu, keempat kafe itu akan dibongkar, namun mendapat perlawanan. Pengelola melakukan gugatan ke PTUN dan akhir September lalu putusannya keluar, yang mana pengadilan memenangkan Satpol PP Provinsi Jabar.
"Setelah adanya putusan itu, Satpol PP sudah mengirimkan surat agar para pemilik membongkar sendiri bangunannya. Kami sudah sangat humanis, memberikan mereka kesempatan," pungkasnya.
Perhatian Pemprov Jabar pada kawasan kian intens beberapa waktu belakangan. Sebelum penyegelan, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) juga meresmikan Tebing Keraton yang masih di zona Tahura pada Senin, 2 Mei 2016 lalu.
Usai peresmian, Aher menanam pohon dan melepas berbagai jenis burung, seperti Burung Kacamata, Tikukur, Perenjal, Ciblek, dan Burung Jalak dengan tujuan melestarikan ekosistem burung yang ada di sekitar Tahura ini.
"Tebing Keraton menjadi tempat pengamatan burung raptor migran dunia karena kawasan ini sering dihinggapi burung-burung dunia ketika melintas bermigrasi antar benua, biasanya terjadi pada bulan September," kata Aher.
Tahura sendiri pertama kali diresmikan tanggal 23 Agustus 1965 oleh Gubernur Jawa Barat kala itu, Mashudi. Dan sejak tahun 2000 hingga sekarang dikelola Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat mengacu Perda No. 5 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 15 Tahun 2000 tentang Dinas Daerah Provinsi Jawa Barat.
Hal ini didasarkan lokasi Tahura pada lintas wilayah Kabupaten dan Kota. Yakni di Kabupaten Bandung (Kecamatan Cimenyan), Kabupaten Bandung Barat (Kecamatan Lembang) dan Kota Bandung (Kecamatan Coblong), sehingga sesuai Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000, maka kewenangan pengelolaannya berada di Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dalam hal ini adalah Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat.
Berada pada ketinggian antara 770 mdpl sampai 1330 mdpl, di atas tanahnya yang subur terdapat sekitar 2.500 jenis tanaman. Pada tahun 1965, luas taman ini baru sekitar 10 ha saja namun saat ini mencapai 590 ha membentang dari kawasan Pakar sampai Maribaya. (*)