News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Teror Bom di Samarinda

Pemuda Muhammadiyah Sebut Dua Alasan Program Deradikalisasi Disebut Gagal

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Polisi berjaga-jaga di TKP Bom molotov meledak di depan gereja Oikumene di Jl Cipto Mangunkusumo, Kelurahan Sengkotek, Kecamatan Lo Janan Ilir, Samarinda, Kaltim, Minggu (13/11/2016). Korban akibat ledakan tersebut berjumlah 5 orang dan dilarikan ke Rumah Sakit Muis, Samarinda. TRIBUN KALTIM/Fachmi Rachman/NEV

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah sepakat dengan Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian bahwa program deradikalisasi belum efektif.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengakui memang program deradikalisasi selama ini bisa disebut gagal.

"Memang program deradikalisasi selama ini tidak efektif dan bisa disebut gagal," ujar Anggota Tim Evaluasi Penanganan Terorisme Komnas HAM ini kepada Tribunnews.com, Senin (14/11/2016).

Kenapa demikian? Dahnil Simanjuntak melihat ada dua sebabnya.

Yakni pertama, program deradikalisasi mengalami "kekaburan konsep" alias konsep programnya selama ini tidak jelas.

Bahkan dia melihat, defenisi kelompok radikal saja bisa mengalami kekaburan, modal sekedar melakukan stereotype kepada kelompok tertentu dengan ciri-ciri tampilan fisik dan lainnya.

Selain itu, kata dia, model program yang tidak komprehensif menangkal radikalisasi mulai dari hulu sampai hilir tidak dilakukan dengan serius.

Kedua, program deradikalisasi masih project oriented.

Khas perilaku birokrasi, program deradikalisasi seringkali sebagian besar tidak memiliki kesinambungan, terkesan jangka pendek.

"Karena terkait dengan anggaran project, sehingga yang terjadi, ceramah dan diskusi di hotel dan lainnya, sekedar formalitas tanpa makna," jelasnya.

Sehingga, lanjut dia, diperlukan program deradikalisasi yang didisain jangka panjang melibatkan lembaga negara lintas sektoral dan komunitas sosial keagamaan.

Dirancang komprehensif mulai mengatasi masalah hulu misal, kesenjangan ekonomi, ketidakadilan, ideologi radikal, dan juga potensi state terorism yang bahkan ini sering sulit diakui.

"Mengatasi masalah hilir, mereka yang terlibat dengan kelompok teror yang sudah dihukum diawasi dan dibina dikembalikan kepada masyarakat dan melibatkan masyarakat agar ikut membina sehingga mereka merasa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat itu sendiri," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian menganggap sejumlah pemain lama kasus terorisme kembali meneror masyarakat dengan aksinya.

Salah satunya yang terjadi di Samarinda, Minggu (13/11/2016).

Pelaku bernama Juanda merupakan pelaku percobaan pengeboman di Serpong dan bom buku di Utan Kayu, Jakarta Timur, pada 2011.

Tito menyebut, kembalinya para pelaku ini menunjukkan bahwa program deradikalisasi belum efektif.

"Saya kira tentang program itu perlu dievaluasi," ujar Tito di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Senin (14/11/2016). (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini