News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pergantian Ketua DPR

Ade Komarudin Lobi Megawati

Editor: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua DPR Ade Komaruddin menjawab pertanyaan wartawan usai bertemu dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Jakarta, Jumat (25/11/2016). Pertemuan Ade Komaruddin dengan Megawati Soekarnoputri terkait dengan rencana pergantian Ketua DPR dari Ade Komaruddin kepada Setya Novanto. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana pergantian posisi Ketua DPR Ade Komarudin (Akom) kian memanas.

Bertempat di kediaman Megawati Soekarno Putri, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Akom meminta nasihat perihal pergantian Ketua DPR selama sekitar dua setengah jam.

Pertemuan Akom dan Megawati berlangsung tertutup. Megawati ditemani sejumlah pengurus DPP PDI-P, yakni Ketua Fraksi PDI-P Utut Adianto, Bendahara Umum PDI-P Olly Dondokambey, Wasekjen PDI-P Eriko Sotarduga dan Ketua DPP PDI-P nonaktif Puan Maharani.

"Kami tadi, saya khususnya menyampaikan, dengan peristiwa kemarin saya mohon minta nasihat kepada Presiden kelima kita," kata Akom usai pertemuan.

Rapat pleno DPP Partai Golkar sebelumnya sudah memutuskan menunjuk Setya Novanto untuk kembali menjabat sebagai Ketua DPR menggantikan Ade. Keputusan tersebut diambil setelah Setyo Novanto menemui Megawati pada Minggu (20/11/2016) lalu.

Menyangkut pergantian Ketua parlemen tersebut, Akom menyebut Megawati pada dasarnya tidak ingin mencampuri urusan intenal Partai Golkar. Namun, Megawati sempat berpesan kepada Ade bahwa semuanya harus mengikuti aturan yang ada.

"Buat beliau yang penting taat aturan. Kalau DPR aturan DPR, kalau di partai aturan partai. Tanpa bermaksud intervensi Partai yang lain," ucapnya.

Akom yang juga menjabat Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Golkar mengaku, memilih meninggalkan rapat Dewan Pembina di Bakrie Tower demi menemui Megawati di kediaman.

"Saya sudah izin, ke Pak Ketua Dewan Pembina, Pak Aburizal Barkie. Saya mau silaturahim dengan Ibu (Megawati) sekarang ini, status saya tidak bisa hadir," ungkapnya seraya mengatakan, dirinya merasa perlu meminta saran dan masukan dari Megawati atas rencana pencopotannya dari Ketua DPR.

"Biarkan senior Dewan Pembina itu memutuskan sendiri dan mengambil kebijakan sendiri. Saya percaya mereka akan mengumumkan yang terbaik untuk negeri ini dan Partai Golkar juga," tambah dia.

Terpisah, Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar, Akbar Tanjung, menyarankan Setya Novanto untuk tetap fokus pada jabatannya saat ini yaitu sebagai ketua umum Partai Golkar.

"Saya meminta agar kader tetap fokus mengemban tugas dari hasil Munas kemarin. Bagaimanapun, ini juga amanat dari partai yang memiliki tujuan-tujuan strategis," kata Akbar.

Akbar mengatakan bahwa posisi Ketua DPR dan Ketua Umum adalah hal yang berat jika dilakukan secara bersamaan. Apalagi, saat ini Golkar membutuhkan penilaian dari publik yang positif guna mencapai target di 2019 mendatang.

Meski begitu, Akbar mempersilakan putusan Dewan Pembina yang akan dirapatkan dengan Aburizal Bakrie untuk menghasilkan sebuah rekomendasi terkait pergantian tersebut.

"Kami pasti juga akan menyerap aspirasi dari kader dan juga pengurus lainnya. Sebelum kami bisa memutuskan sesuatu yang baik," jelas Akbar.

Ketua Dewan Pembina Partai, Aburizal Bakrie setali tiga uang dengan Akbar. Ia merasa Golkar bakal merugi bila ada rangkap jabatan.

"Kalau misalnya ketua partai Golkar mendahulukan DPR maka partai akan dirugikan. Mengapa? Karena tidak cukup nanti (waktunya). Demikian kalau ke Golkar bagaimana nanti ke DPR-nya," papar Aburizal.

Kendati demikian, Ical -sebutaan Aburizal- masih menanti penjelasan dari Setya Novanto terkait pergantian Ketua DPR RI dari Partai Golkar.

"Kita belum mengambil sikap apa-apa terhadap Pak Setya Novanto itu. Karena belum ketemu dan dijelaskan maksudnya apa," urainya.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto memastikan PDI Perjuangan menyerahkan pergantian Ketua DPR kepada internal Golkar. Hasto justru mencermati pimpinan parlemen yang tidak mencerminkan hasil Pemilu Presiden.

"Salah satu hambatan konsolidasi politik Jokowi-JK ialah, partai yang tak puas mengubah Undang-undang MD3 (MPR, DPR, DPRD, dan DPD). Padahal mestinya hasil pemilu presiden senapas dengan yang terjadi di (Pimpinan) DPR," kata Hasto.

Ia menyebut, hal itu penting dilakukan agar pemerintahan yang terbentuk bisa bekerja secara efektif dengan dukungan maksimal dari DPR.

"Setelah partai menyatakan dukungan ke pemerintah, harusnya dinyatakan di DPR dengan menguatkan dukungan ke pemerintah," imbuhnya. (tribunnews/ferdinand/rekso/kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini