TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo angkat bicara soal usulan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk melakukan rujuk nasional setelah aksi pada 2 Desember 2016.
Jokowi menilai, istilah rujuk nasional tersebut tidak tepat.
"Rujuk apa? Yang berantem siapa? Saya kira rujuk-rujuk itu, la wong kita enggak berantem, kok," kata Jokowi usai makan siang dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar di teras Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (29/11/2016).
Jokowi menilai, kondisi bangsa saat ini baik-baik saja sehingga tak perlu ada rujuk nasional.
Baca: Ribuan Orang dari Ciamis Jalan Kaki ke Jakarta Ikut Demo 2 Desember
Baca: GNPF-MUI Prediksi 3 Juta Orang Akan Hadiri Aksi Bela Islam Jilid III di Monas
Baca: Kapolri Minta Buruh Tak Ikut Demo 2 Desember
Ia menyinggung pertemuannya dengan berbagai ormas Islam seperti Majelis Ulama Indonesia, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
"Saya kira kita ini baik-baik saja. Hanya perlu sekali lagi kita mengingatkan pada semuanya tentang keberagaman itu, tentang pentingnya Pancasila, tentang pentingnya NKRI, tentang pentingnya Bhineka Tunggal Ika, mengingatkan itu saja," ucap Jokowi.
Usulan rujuk nasional disampaikan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Ma'ruf Amin seusai pertemuan antara Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian dan pihak Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI di Kantor MUI, Jakarta Senin (28/11/2016).
Ma'ruf menilai, pertemuan tersebut merupakan awal yang baik. Ia berharap ada tindaklanjut setelah acara 2 Desember mendatang.
Disepakati, GNPF akan menggelar doa bersama dan shalat Jumat berjamaah di Monas.
"Mudah-mudahan sesudah itu ada tindaklanjut lagi, yaitu kami usulkan adanya dialog nasional dalam rangka merajut kembali kesatuan dan persatuan bangsa menuju rujuk nasional," ucap Ma'ruf.
"Kembalinya kita secara nasional untuk menjadi bangsa yang utuh, bangsa yang saling menghargai, menghormati, menolong dalam rangka membangun negeri yang kita cintai menjadi negeri yang damai, aman, sejahtera," pungkasnya.
Penulis: Ihsanuddin