TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR akhirnya memutuskan menggelar rapat paripurna terkait pergantian Ketua DPR.
Golkar mengganti Ade Komarudin dengan Setya Novanto.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPR Fadli Zon, seusai mengikuti rapat Bamus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/11/2016) malam.
Paripurna akan digelar pada hari ini, Rabu (30/11/2016).
"Jam tiga sore besok (hari ini) ada rapat paripurna. Bahas surat pergantian Duta Besar (Dubes), surat DPD, dan terakhir soal pergantian Ketua DPR," kata Fadli.
Sedianya, rapat Bamus yang dihadiri seluruh pimpinan fraksi di DPR dimulai pukul 20.00 WIB.
Namun, rapat tersebut baru dimulai pada pukul 20.30 WIB.
Fadli mengatakan, meski sempat diskors selama 15 menit, rapat berlangsung lancar.
Seluruh fraksi akhirnya sepakat untuk menjadwalkan rapat paripurna dengan agenda pergantian Ketua DPR yang diusulkan Fraksi Golkar.
"Intinya besok agendanya akan ada persetujuan penetapan dan proses penetapan, semua sudah sepakat, dengan catatan disampaikan ke seluruh anggota fraksi dulu. Kita lihat besok seperti apa prosesnya," lanjut Fadli.
Sebelumnya, Ade Komarudin sempat berbeda pendapat dengan Golkar saat memimpin rapat pimpinan terkait penjadwalan Rapat Bamus.
Ade menginginkan rapat bamus digelar Kamis (1/12/2016) sore sedangkan Golkar menginginkan Selasa (29/11/2016) malam.
Akhirnya rapat bamus dilaksanakan pada Selasa malam.
Rentetan peristiwa politik ini bermula dari rapat pleno DPP Partai Golkar yang memutuskan Novanto kembali menjadi Ketua DPR dilakukan pada Senin (21/11/2016) lalu.
Keputusan DPP ini mendapatkan dukungan Dewan Pembina, yang sebelumnya meminta penundaan pergantian Ketua DPR.
Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan, keputusan ini diambil dengan mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi terkait kasus "Papa Minta Saham" yang menyeret nama Novanto.
Keputusan MK tersebut dikuatkan dengan keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI yang tidak pernah menjatuhi hukuman untuk Novanto.
Adapun Novanto mundur dari kursi ketua DPR pada Desember 2015 lalu karena tersangkut kasus "Papa Minta Saham".
Novanto dituding mencatut nama Jokowi untuk meminta saham dari PT Freeport Indonesia. (Rakhmat Nur Hakim)