Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Sebelum dibawa paksa oleh Polisi, Rachmawati Sukarnoputri dan Ahmad Dhani menggelar konfrensi pers di Hote Sari Pan Pacific bersama kelompok yang mereka pimpin, Gerakan Selamatkan NKRI.
Tak lama kemudian, di hotel yang sama, keduanya dibawa Polisi.
Dalam konfrensi pers yang digelar pada hari Kamis kemarin (1/12), Rachmawati yang merupakan putri Presiden RI pertama, Sukarno, mengatakan pihaknya pada Jumat ini (2/12/2016), akan menyambangi komplek parlemen untuk meminta digelar sidang istimewa.
Hal itu dilakukan untuk meminta pemurnian kembali Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Syarwan Hamid yang ikut konfrensi pers tersebut menganggap upaya itu bukanlah makar.
"Itu bukan makar, saya juga tidak tahu kok bisa ditangkap karena dituduh melakukan makar," ujar Syarwan Hamid saat dihubungi TRIBUNnews.com.
Dalam konfrensi pers Kamis kemarin Rachmawati menyebut amandemen UUD 1945 adalah sumber dari sejumlah keterpurukan negri, termasuk salah satunya invasi dari pihak asing yang kini bisa menguasai berbagai sumber daya negri yang seharusnya dimanfaatkan untuk rakyat banyak.
Syarwan Hamid yang merupakan purnawirawan Jendral bintang tiga itu mengaku kecewa dengan pemmerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla, yang justru membiarkan orang-orang yang mengkritis pemerintah dijerat dengan dugaan makar.
"Pak Harto saja dulu tidak pernah menyebut Makar," ujarnya.
Terkait sidang istimewa sendiri, Syarwan Hamid yang pada saat Presiden RI ke 2 Suharto lengser ia menjabat Wakil Ketua DPR menyebut dalam kondisi saat ini tidak mudah untuk menggelar forum tersebut. Pasalnya sang inisiator harus bisa menggandeng semua partai yang ada di parlemen.
"Sulit, tapi bisa kalau Jokowi gagal terus (memerintah)," ujarnya.
Karena ia terlibat dalam konfrensi pers di hotel Sari Pan Pacific, ia mengaku tidak tahu apakah dirinya juga ikut dicari oleh Polisi. Ia mengaku sampai saat ini belum ada yang mencari dirinya.
"Tidak tahu, belum ada yang cari," katanya.