Laporan Wartawan Tribunnnews, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan anggota DPR RI Jafar Hapsah mengaku tidak terlibat atau menerima aliran uang kasus pengadaan KTP elektronik atau e-KTP 2011-2012.
Bekas Ketua Fraksi Partai Demokrat itu beralasan anggaran KTP elektronik dibahas di Komisi II, sementara dia duduk sebagai anggota Komisi IV.
"e-KTP itu ada di Komisi dua. Jadi saya tidak, tidak paham persis daripada e-KTP dan perjalanannya," kata Jafar usai diperiksa KPK, Jakarta, Seni (5/11/2016).
Jafar enggan membahasa mengenai rincian anggaran tersebut khususnya mengenai dugaan aliran yang sebagaimana yang diungkapkan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Nazaruddin pada kesempatan sebelumya, uang hasil bancakan dari KTP elektronik mengalir ke sejumlah pihak termasuk Jafar Hapsah.
"Itu kan kata Nazar," elak Jafar.
Sebelumnya, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan pemanggilan terhadap Jafar untuk mengonfirmasi langsung mengenai keterangan-keterangan tersebut.
"Ada dugaan atau keterangan dari saksi-saksi yang sebelumnya diperiksa bahwa aliran dana itu mengalir ke a,b,c,d. Itu semua tidak bisa hanya dari satu kesaksian dan itu mesti dikonfirmasikan kepada saksi lain," ungkap Yuyuk.
Yuyuk mengakui pihaknya sudah mengantongi berberapa nama yang diduga ikut menerima aliran uang tersebut. Kata Yuyuk, nama-nama tersebut tidak semuanya anggota DPR RI.
Jafar Hafsah hari ini dimintai keterangannya untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka bekas Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto.
Saat proyek tersebut dilaksanakan, Jafar duduk sebagai Komisi II DPR RI.
Pada kasus tersebut KPK telah menetapkan dua tersangka. Selain Sugiharto, KPK juga menetapkan bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Irman sebagai tersangka.
Perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara menderita kerugian Rp 2,3 triliun dari proyek anggaran senilai Rp 6 triliun.