TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Anggota Komisi II DPR RI Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan pihaknya sudah mengawasi pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.
Menurut Agun Gunandjar, proses KTP elektronik dimulai tahun 2009 dan memang diinisiasi oleh DPR RI.
"Seluruh proses pembahasan dalam kacamata kami berjalan normal, biasa. Diawali dengan gagasan Pemerintah kemudian kita bahas di Badan Anggaran, Komisi dan kembali ke Banggar. Ada panja asumsi, panja pusat dan panja daerah," ungkap Agung usai diperiksa di KPK, Jakarta, Kamis (8/12/2016).
Selama pembahasan KTP elektronik, dia bertugas di Panja Daerah dan tidak menangani Panja Pusat.
Nah, KTP elektronik sendiri ditangani di Panja Pusat.
Agun mengungkapkan dalam pembahasan bersama Pemerintah, seluruh anggota Komisi II tidak boleh terlibat dala proses tender, lelang dan pengadaan barang dan jasa yang berhubungan dengan e-KTP.
"Bahkan, Komisi II pernah lakukan peninjauan ke lokasi bagaimana server itu bekerja. Juga bersama dengan teman media ke Kalibata. Kami juga lakukan pengawasan soal ramainya finger print. Kita uji di komisi II," ungkap dia.
Agun enggan disebut pihaknya kecolongan karena biaya KTP elektronik Rp 6 triliun dan negara ditaksir merugi Rp 2,3 triliun.
Agun mengatakan nilai kerugian tersebut hanyalah diketahui Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) selaku auditor.
"Tanya sama BPK dong. Tanya sama auditor. Saya pengawas yang tidak punya kompetensi untuk apakah benar kerugiannya sebesar itu? Atau mungkin lebih besar," kata dia.
Walau demikian, Agun mengatakan mendukung proses hukum terhadap pihak-pihak yang menerima uang korupsi KTP elektronik.
"Kami sangat mendukung proses ini bisa dituntaskan setuntas-tuntasnya, sejelas-jelasnya. Siapapun yang melanggar perbuatan hukum yang bisa dibuktikan harus menerima sanksi apa adanya," kata politikus Partai Golkar itu.
Sebelumnya, KPK juga telah memeriksa para saksi yang pernah duduk di Komisi II. Para saksi tersebut antara lain Ganjar Pranow yang kini menjabat gubernur Jawa Tengah, Chairuman Harahap, Markus Nari.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pemeriksaan tersebut karena para saksi melihat, mendengar dan mengalamai dalam rangkaian peristiwa tersebut.
Menurut Febri, penyidik ingin mengetahui mengenai aliran uang Rp 2,3 triliun yang menjadi kerugian negara karena korupsi KTP elektronik.
Pada kasus tersebut, KPK telah menetapkan dua tersangka. Tersangka yang lain adalah bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman. Negara diduga menderita kerugian Rp 2 triliun akibat korupsi pengadaan e-KTP dari total nilai proyek Rp 6 triliun.
Pemenang pengadaan E-KTP adalah konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaput yang mengelola dana APBN senilai Rp6 triliun tahun anggaran 2011 dan 2012.
PT PNRI sebagai pencetak blangko e-KTP dan personalisasi, PT Sucofindo (persero) melaksanakan tugas dan bimbingan teknis dan pendampingan teknis, PT LEN Industri mengadakan perangkat keras AFIS, PT Quadra Solution bertugas menyediakan perangkat keras dan lunak serta PT Sandipala Arthaputra (SAP) mencetak blanko e-KTP dan personalisasi dari PNRI.