TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah tak setuju dengan wacana pemerintah untuk merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).
Apalagi, jika revisi itu dilakukan untuk membatasi jumlah ormas.
"Pemerintah tak boleh pusing dengan banyaknya organisasi masyarakat. Indonesia memiliki tradisi kelembagaan swadaya masyarakat jauh sebelum negara ada," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (9/12/2016).
Baca: Anggota DPR: ISIS Mulai Susupi Ormas di Indonesia
Menurut Fahri, jika pemerintah memang menemukan ada ormas yang melakukan perbuatan melawan hukum, maka aparat keamanan tinggal menindak tegas.
Ia mencontohkan, terkait adanya sejumlah ormas yang kerap melakukan penyegelan, penggerebekan, dan penggeledahan.
Hal tersebut jelas menyalahi aturan karena tindak tersebut hanya boleh dilakukan aparat.
"Sekarang apa hukumannya bagi yang melakukan tindakan itu, sudah ada pasalnya. Bukan penegak hukum yang melakukan tindakan penegakan hukum adalah ilegal. Itu saja yang dihukum," ucap Fahri.
Jika pemerintah membatasi jumlah ormas yang ada, Fahri khawatir negara ini justru semakin kembali ke zaman otoriter.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebelumnya menilai, revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas perlu dilakukan atas dasar sejumlah hal.
Salah satunya karena menjamurnya ormas di Indonesia dan banyak di antaranya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
"Ormas kita mencapai 200.000 sekian ormas. Daftarnya lewat Kemenkumham bisa, lewat Kemendagri mudah apalagi sekarang sistem online. Dalam praktiknya dia tidak Pancasilais," kata Tjahjo, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/11/2016).
Tjahjo mengatakan, hasil rapat menteri koordinator memutuskan bahwa perlu ada revisi terhadap UU Ormas.
Pemerintah menilai, ormas-ormas sudah sulit diatur, termasuk ormas asal luar negeri.
"Begitu mudahnya ormas hidup dan mendaftar di Indonesia, ormas luar negeri pun bisa langsung masuk," ujar Politisi PDI Perjuangan itu.
Penulis : Ihsanuddin