TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Direktorat Tindak Pidana Narkoba Mabes Polri yang bekerjasama dengan Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan berhasil mengungkap jaringan pengedar shabu kelas internasional, Nigeria, Tanzania, Malaysia dan Indonesia.
Dirjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, Heru Pambudi, dalam konfrensi pers di Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta Timur, Jumat (6/1/2017), mengatakan pengungkapan tersebut berawal dari uapaya petugas Bea dan Cukai, Bandara Soekarno Hatta, yang menemukan narkoba yang dibawa Kessy Lilian Venance (27), warga negara Tanzania, Kamis (5/1/2017).
"Yang bersangkutan menelan enam puluh enam butir (berisi shabu), dan sisanya karena tidak mampu menelan semua, dia simpan di celana dalam," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kapolri Jendral Pol Tito Karnavian, menyebutkan, total narkoba yang berhasil dikumpulkan dari Kessy adalah 610 gram shabu yang terseimpan dalam 82 bungkusan plastik.
Perempuan yang datang ke Indonesia dari Malaysia itu juga mengaku bahwa barang tersebut berasal dari kekasihnya yang bernama Edward alias Mr. Bross, dengan upah 1.500 dollar AS.
Kessy juga mengakui bahwa barang itu rencanannya akan dikirim ke hotel di bilangan Jakarta Barat, dan di hotel tersebut ia akan disambangi seorang orang rekan Mr. Bross yang merupakan warga negara Nigeria.
Tidak mau membuang waktu, akhirnya penyidik memanfaatkan teknik control dellivery atau penyerahan di bawah pengawasan.
Kessy kemudian di kawal petugas ke hotel tersebut.
"Kita melaksanakan kontrol delivery, pengiriman yang dikendalikan, memang diperbolehkan dalam undang-undang narkotika," ujarnya.
Pada Kamis pagi, sekitar pukul 06.00 WIB, Kessy kemudian dihubungi orang yang akan menerima narkoba tersebut, yakni Chukwuebuka Cornelius Ifeanyi.
Mereka kemudian sepakat bertemu di salah satu restoran di Gedung Sarinah, Jakarta Pusat.
Di sana, polisi bisa membekuk sang warga negara Nigeria.
Dari Chukwuebuka Polisi berhasil mengoerk keterangan, ia dan teman-teman pengedar narkoba yang lain selama ini bersarang di Griya Mulia Kemayoran, Jakrata Pusat.
Polisi kemudian membawanya ke lokasi tersebut, dan di tengah jalan Chukwuebuka melakukan perlawanan, sehingga Polisi harus menembak pelaku hingga tewasa.
"Kita melakukan tindakan tegas sesuai SOP (Standard Operational Procedure), kalau memang membahayakan, janga segan-segan," ujarnya.
Siangnnya Kessy kembali menerimma telepon, kali ini dari seseorang bernama Malachy Chiwetalu Ayogu, yang juga merupakan warga negara Nigeria.
Sang pengedar narkoba yang belum tahu rekannya telah terbunuh itu, kemudian bersepakat untuk bertemu Kessy di gedung Sarinah.
Lagi-lagi Polisi bisa membekuk sang pelaku, dan dalam perjalanan ke Griya Mulia Kemayoran, pelaku ditembak Polisi karena melakukan perlawanan.
Tehnik control delivery diatur dalam pasal 27 huruf (j) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dikutip dari situs bnn.go.id, dijelaskan, teknik itu digunakan karena para pelaku narkoba kerap kali menggunakan cara yang licik, yang menyulitkan para penyidik untuk menyeret para pelaku ke meja hijau.
Karena itu, salah satu cara untuk membekuk dan mengumpulkann bukti kejahatan pelaku, salah satu cara yag efektif adalah control delivery.
Control delivery dalam kasus Kessy, berarti Polisi membiarkan kiriman narkoba sampai ke tujuannya, walaupun sudah terlacak.
Hal itu dilakukan agar para pengedar yang berniat menerima kiriman tersebut bisa ikut dicokok.