TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Operasi Tangkap Tangan (OTT) disebut sebagai salah satu faktor yang menyebabkan penanganan kasus-kasus lama mangkrak di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi 'Capaian Kinerja Tahun 2016' mengatakan pihaknya harus mendahulukan menyelesaikan kasus korupsi dari hasil OTT karena harus diselesaikan secepat mungkin sesuai aturan.
"Beberapa kasus ya itu tadi kapasitas orang (penyidik) yang sedang menangani kasus ditimpa kasus OTT dan masih tertunda," kata Agus di Auditorium KPK, Jakarta, Senin (9/1/2016).
Baca: KPK Bikin Paparan Kinerja, 2016 Jadi Tahun Rekor Operasi Tangkap Tangan Terbanyak
Sementara itu Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif mengungkapkan sebagian besar dari kasus yang mangkrak tersebut adalah kasus yang berhubungan dengan tindak pidana pencucian uang yang dijerat menggunakan Pasal 2 dan Pasal 3.
"Ada perhitungan kerugian negara yang mehghitungnya itu bukan KPK tapi melibatkan instansi lain apakah BPKP atau BPK. Misalnya kasus e-KTP, Pelindo dan (bekas Menteri Kesehatan) Siti Fadilah dan Gubernur Sulawesi Tenggara (Nur Alam) kami sedang menunggu. Itu saja kalau sudah selesai itu pasti segera naik," kata Syarif pada kesempatan yang sama.
Tahun 2017, KPK akan mendapatkan tambahan tenaga baru dari hasil rekrutmen Indonesia Memanggil ke-11 yang menghasilkan 131 pegawai dan 10 penyidik.
Baca: KPK Selamatkan Uang Negara Rp 497,6 Miliar Sepanjang 2016
Sementara dari Indonesia Memanggil ke- 12 menghasilkan 400 pegawai yang akan dipersiapkan jadi penyelidik dan penyidik.
Walau sudah menambah pasokan 'amunisi' baru, KPK tidak bisa menyelesaikan kasus-kasus lama tersebut selesai tahun ini.
"Kita di sini bukan politisi, kalau sampai kiamat juga tidak bisa dibuktikan ya kami juga bisa membuktikannya," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menanggapi mengenai kasus dana talangan Bank Century, Surat Keterangan Lunas BLBI dan Kasus Pajak Bank Central Asia (BCA).
Berikut adalah 13 kasus dari hasil penelusuran Tribunnews.com yang belum berhasil diselesaikan KPK :
1. Kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II yang menjerat Direktur Utama (sudah diberhentikan) Richard Joost (RJ) Lino.
Kasus tersebut diumumkan pada 18 Desember 2015. RJ Lino jadi tersangka lantaran menunjuk langsung perusahaan asal China, Wuxi Huang Dong Heavy Machinery (HDHM) dalam pengadaan QCC. Lino diduga merugikan keuangan negara sekitar Rp 32,6 miliar.
2. Dana talangan (bailout) Bank Century Rp 6,76 triliun. Pada putusan bekas Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia Budi Mulya sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, Budi Mulya dengan pidana 10 tahun penjara.
Budi terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dengan Boediono, Miranda Swaray Goeltom, Siti Chalimah Fadjrijah, (Alm.) S. Budi rochadi, Muliaman Darmansyah Hadad, Hartadi Agus Sarwono, Ardhayadi Mitodarwono, Raden Pardede, Robert Tantular dan Hermanus Hasan Muslim.
Perbuatan itu adalah kelalaian dalam menetapkan bank gagal berdampak sistemik dan pengucuran Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) sebesar Rp 689 miliar dan Penyertaan Modal Sementara sebesar Rp 6,76 triliun kepada Bank Century. Tidak ada pengembangan kasus tersebut.
3. Penyelidikan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI) Rp 148 triliun. SKL dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002. Berdasarkan SKL dari BPPN itu, Kejaksaan Agung menindaklanjutinya dengan menerbitkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan).
Belakangan diketahui bahwa perilaku debitur BLBI diduga penuh tipu muslihat. Debitur BLBI mengaku tidak mampu lagi melaksanakan kewajibannya mengembalikan BLBI dan bersedia menyerahkan asetnya kepada negara melalui BPPN.
Namun saat aset-aset itu dilelang BPPN dengan harga sangat murah, para obligor membeli lagi aset-aset tersebut melalui perusahaan miliknya di luar negeri. Aset tetap dikuasai debitur, sementara debitur bersangkutan sudah dinyatakan bebas dari kewajiban mengembalikan dana BLBI.
KPK sudah memeriksa saksi-saksi antara lain Bekas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Ramli pada 22 Dembser 2014 kemudian bekas Menteri BUMN Laksamana Sukardi pada 10 Desember 2014. Tidak ada kejelasan kasus tersebut hingga sekarang dan diduga telah ditutup KPK.
4. Kasus dugaan korupsi paket penerapan pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012 Rp 5,9 triliun. Pada kasus tersebut, KPK telah menetapkan dua tersangka.
Keduanya adalah Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto dan bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman.
Negara diduga menderita kerugian Rp 2,3 triliun dan hingga sekarang belum ada bekas penyidikan yang dilimpahkan ke tahap penuntutan.
5. Penyidikan dugaan korupsi proyek pembangunan/peningkatan sarana dan prasarana Pusat Pendidikan dan Sekolah Olah Raga (P3SON) di Hambalang Tahun Anggaran 2010-2012 yang menjerat Andi Zulkarnaen Mallarangeng atau Choel Mallarangeng.
Choel diumumkan sebagai tersangka pada 21 Desember 2015 dan hingga saat ini belum ditahan. KPK juga jarang memeriksa saksi pada kasus tersebut.
6. Tindak pidana pencucian uang yang menjerat Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Kasus tersebut adalah pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi yang menjerat Wawan sebelumnya yakni kasus suap Pilkada Lebak Banten di MK.
7. Kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Pemerintah Provinsi Banten yang menjerat bekas Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. KPK menetapkan Ratu Atut sebagai tersangka pada 12 Desember 2013. Penetapannya sebagia tersangka hampir bersamaan dengan kasus suap sengketa Pilkada Lebak tahun 2013.
Saking lamanya kasus tersebut, LSM Koalis Masyarakat Antikorupsi (MAKI) Boyamin Saiman meengajukan gugatan praperadilan karena lambannya pengadilan tersebut.
Atut diduga menerima hadiah dan memeras dalamproyek pengadaan Alkes di Banten yang dianggap KPK tidak sesusai prosedur. Ada penggelembungan harga perkiraan sementara (HPS) pada proyek tersebut.
Untuk pengadaan Alkes di tingkat provinsi, pengguna anggaran
seharusnya kepala dinas kesehatan. Atut justru mengelegasikan proyek ini ke jajaran di bawah kepala dinas.
8. Dugaan korupsi pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan pembangunan kampus IPDN Sumatera Barat tahun 2011. Kasus tersebut menjerat Kepala Pusat Data dan Informasi Kemendagri Dudy Jocom dan General Manager PT Hutama Karya Budi Rachmat Kurniawan (BRK).
Keduanya disangka memperkaya diri sendiri terkait proyek senilai Rp 125 miliar itu. Negara diduga menderita kerugian Rp 34 miliar. Kasus tersebut diumumkan pada Maret 2016.
9. Dugaan korupsi pembangunan RS Pendidikan Universitas Airlangga anggaran tahun 2007-2010 dan pengadaan alat kesehatan RS Pendidikan Universitas Airlanggara tahun 2009.
10. Kasus korupsi pengadaan alat kesehatan untuk kebutuhan pusat penanggulangan krisis Departemen Kesehatan dari dana Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) Revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2007.
Kasus tersebut menjerat Menteri Kesehatan 2004-2009 Siti Fadilah Supari. Penetapan Siti Fadilah sebagi tersangka merupakan pengembangan kasus.
11. Dugaan tindak pidana korupsi kasus dugaan tindak pidana korupsi penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di kabupaten Buton dan Bombana periode 2009-2014 yang menjerat Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai tersangka.
Nur diduga menyalahgunakan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan mengeluarkan tiga SK dalam kurun waktu 2009-2014.
Pertama, SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, ke-dua Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.
Sementara yang ke-tiga adalah SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah.
12. Kasus dugaan korupsi Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana (Unud) Tahun Anggaran 2009 - 2011.
Pada kasus tersebut, KPK menetapkan dua tersangka yakni Made Maregawa dan Direktur Utama PT Duta Graha Indah Dudung Purwadi.
Keduanya diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi terkait pekerjaan pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009 - 2011 dengan nilai proyek sekitar 120 miliar rupiah. Akibatnya, negara diduga mengalami kerugian sekitar 30 miliar rupiah.
Sebelumnya pada 2014 KPK juga telah menetapkan Made Meregawa bersama Direktur PT Mahkota Negara Marisi Matondang sebagai tersangka terkait dugaan tindak pidana korupsi pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit (RS) Khusus Pendidikan Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana pada Tahun Anggaran 2009.
13. Kasus pajak Bank Central Asia (BCA) yang menjerat bekas Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo. KPK kalah di gugatan praperadilan dan tahap peninjauan kembali.
Hadi Poernomo lolos dari jerat KPK dan KPK belum menetukan sikap hingga sekarang padahal KPK tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).