TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolda Metro Jaya, Irjen Mohammad Iriawan, tak peduli dengan permintaan Rachmawati Soekarnoputri yang meminta kasusnya dihentikan atau di-SP3.
Ia memastikan, penyidik mempunyai alat bukti cukup untuk menjerat sejumlah tokoh yang diduga hendak melakukan makar terhadap pemerintah yang berkuasa tersebut.
Dalam kasus lain, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab berjanji, akan memenuhi panggilan polisi.
"Tolong jelaskan ke saya, SP3-nya bagaimana? Hukumnya tak bisa begitu, buktinya ada kan? Kasus tetap jalan," ujar Iriawan, Rabu (11/1/2017).
Pernyataan Kapolda Metro sekaligus menanggapi pertemuan sejumlah tokoh nasional, di antaranya Rachmawati Soekarnoputri dengan pimpinan DPR RI, di gedung DPR/MPR, dua hari lalu.
Menurutnya, pertemuan itu merupakan hal biasa. Sebab, kata dia, pimpinan DPR RI merupakan wakil rakyat sehingga dapat saja menerima rakyat yang ingin mengeluarkan keluh-kesah.
"Itu hak Ibu Rachma untuk ke DPR. DPR itu wakil rakyat. Beliau kan mengakomodir apa yang disampaikan oleh Rachma. Iya boleh itu kan tugas DPR untuk mengakomodir yang disampaikan rakyat," kata dia.
Sejauh ini, penyidikan kasus itu akan tetap berjalan. Dia menilai penyidik mempunyai cukup alat bukti untuk menjerat sejumlah tokoh.
Meskipun, para tokoh tak mengakui perbuatan.
Salah satu barang bukti itu berupa rincian transferan uang dari Rachmawati Soekarnoputri senilai Rp 300 juta kepada Alvin Indra yang diduga dipakai untuk makar.
"Kami mempunyai bukti. Apabila tersangka bilang tidak, tak masalah. Keterangan tersangka tak kami butuhkan. Ada saksi, surat, dan petunjuk. Kami sudah memenuhi bukti-bukti permulaan yang cukup. Jadi kami tetap jalan," tuturnya.
Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi sebelumnya mengkritik sikap Polri yang terlalu bersikap berlebihan melindungi pemerintah.
"Tindakan Polri dalam melindungi pemerintahan Joko Widodo sudah melampaui batas sehingga bukannya menjaga dan meningkatkan kewibawaan pemerintahan, justru malah mengesankan pemerintahan Presiden RI ke-7 ini lemah, tidak mau menerima kritik, dan anti-demokrasi," katanya.
Rachmawati Soekarnoputri menduga kasus yang menjerat dirinya dan tujuh orang lain atas dugaan makar, telah dirancang oleh pihak tertentu.
Rachma bercerita, dugaan itu muncul pertama kali pada aksi damai pada Jumat (4/11/2017) lalu.
Saat itu, setelah pukul 20.00 WIB kerusuhan terjadi.
"Saya punya intuisi ini by design. Seolah-olah ada stigmanisasi karena sebelumnya ada yang menyebut gerakan ini ditunggangi aksi-aksi radikalisme. Tapi saya tolak pendapat dari beberapa orang," kata Rachma.
Mayor Jenderal (Purn) TNI, Kivlan Zen juga tidak terima atas status tersangka makar yang disandangnya. Kivlan mengaku tidak memiliki rencana untuk melakukan makar seperti yang dituduhkan oleh aparat kepolisian.
"Saya sangat menyesal tindakan kepolisian yang menuduh saya lakukan makar. Saya hanya berbicara mengenai mengubah ketatanegaraan dan itu tidak dinyatakan makar, tidak dipidanakan," kata Kivlan.
Kivlan menduga ada pihak-pihak yang menginginkan dirinya masuk ke dalam penjara padahal ia tidak melakukan hal-hal yang dituduhkan kepadanya.
Padahal dirinya selama hidup senantiasa siap mengorbankan jiwa dan raga untuk republik ini.
"Ada pihak-pihak yang ingin saya masuk penjara. Boleh jadi Wiranto," tegasnya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto membantah pernyataan Kivlan Zen yang menyebut bahwa Wiranto salah satu pihak yang ingin dirinya masuk penjara.
"Jatuhkan apa? Urusan sudah banyak kok jatuh-jatuhkan orang," tegas Wiranto.
Sementara itu, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab mengaku siap datang jika dipanggil kepolisian apabila dirinya tidak memiliki halangan.
Rizieq tersangkut dengan isu penghinaan Pancasila dimana ia dilaporkan ke polisi oleh Sukmawati Soekarnoputri.
"Kalau tidak sakit dan tidak ada halangan akan datang penuhi panggilan polisi," kata Rizieq kemarin.
Dalam kasus dugaan penghinaan Pancasila, Rizieq telah mendapatkan surat pemanggilan pertama pada Kamis 5 Januari 2017, namun yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan polisi.
Setelah tidak memenuhi panggilan pertama, polisi pun melayangkan surat panggilan hari ini.
Menurut Rizieq, polisi tidak akan melakukan pemanggilan paksa jika dirinya berhalangan karena sedang sakit.
Dia meminta tidak ada pihak yang suudzon dengan aparat kepolisian terkait pemanggilan dirinya.
"Jangan suudzon sama polisi. Masa lagi sakit dipaksa panggil," ujarnya.
Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jabar rencananya hari ini akan meminta keterangan Rizieq, terkait kasus dugaan pencemaran nama baik dan dan penghinaan terhadap lambang negara yang dilaporkan Sukmawati Soekarnoputri pada Oktober 2016.
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Yusri Yunus mengatakan pada pemanggilan pertama Rizieq tak hadir, Kamis (5/1/2017) lalu.
"Pada panggilan pertama, pengacara menyebut jika terlapor sedang sakit. Pada kenyataannya, terlapor muncul di Palembang. Itu hak terlapor, karena itu kami melakukan pemanggilan selanjutnya," kata Yusri. (tribun/gle/ther)