TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Bareskrim Polri, AKBP Raden Brotoseno, selaku tersangka kasus suap penanganan perkara korupsi cetak sawah fiktif, dititipkan jaksa di Rutan Cipinang, Jakarta Timur sejak Rabu (11/1/2017) sore.
Hal ini dilakukan setelah berkas perkara AKBP Brotoseno lengkap dan dilakukan pelimpahan tahap II dari Bareskrim Polri ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Di tempat barunya, Brotoseno ditempatkan bersama 50 tahanan baru di sel blok mapenaling (masa pengenalan lingkungan) hingga tujuh hari mendatang.
"AKBP Brotoseno ditempatkan di blok mapenaling untuk tujuh hari. Setelah itu, akan ditempatkan ke blok tahanan tipikor (tindak pidana korupsi). Blok mapenaling itu ruangannya luas, bisa tampung 200 orang. Tapi, terakhir di mapenaling ada sekitar 50 tahanan," ujar Kepala Rutan Cipinang, Asep Sutandar, saat dihubungi, Kamis (12/1/2017).
Menurut Asep, blok mapenaling mempunyai luas sekitar 20x30 meter persegi. Bangunan blok tersebut seperti aula.
Di dalam blok tersebut, Brotoseno berbagi tempat dengan 50 tahanan baru lainnya, termasuk tempat untuk tidur dan meletakkan pakaian ganti.
Para tahanan teman satu blok Brotoseno itu mempunyai latar belakang kasus bermacam-macam.
Asep memastikan pihaknya tidak akan memberikan fasilitas berbeda kepada Brotoseno kendati ia adalah perwira menengah Polri, termasuk tempat tidur.
Namun, ia mengakui pihaknya yang memberikan pengawasan berbeda kepada Brotoseno selama ditahan di Rutan Cipinang, karena alasan latar belakang dirinya sebagai polisi dan tahanan lain berasal dari berbagai macam kasus pidana.
"Ini dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan," ungkapnya.
AKBP Brotoseno sempat ditahan di Rutan Dit Narkoba Polda Metro Jaya saat awal kasusnya ditangani oleh Bareskrim Polri.
Sebelumnya, AKBP Raden Brotoseno selaku Kepala Unit III Subdit III Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bareskrim Polri, terjaring Tim Saber Pungli dan Paminal Polri pada awal Oktober 2016.
Dia menerima uang diduga suap dari pihak berperkara kasus korupsi cetak sawah fiktif Kementerian BUMN 2012-2014 di Ketapang, Kalimantan Barat.
Dalam operasi tersebut, petugas menyita uang sebanyak Rp 1,75 miliar dari Brotoseno dan Rp 150 juta dari temannya yang juga penyidik di Direktorat I Bareskrim Polri, Kompol DSY.