Kemudian, satu per satu laporan pun dilayangkan ke polisi. Pertama, Pimpinan Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP-PMKRI) melaporkan Rizieq pada 26 Desember 2016 ke Polda Metro Jaya.
Keesokan harinya, laporan dari Student Peace Institute (SPI) menyusul dengan gugatan yang sama ke Polda Metro Jaya. Mereka menganggap isi ceramah Rizieq telah menyinggung umat agama tertentu.
Selanjutnya, pada 30 Desember 2016, giliran Forum Mahasiswa Lintas Agama (Rumah Pelita) yang melaporkan Rizieq ke Polda Metro Jaya.
Tak selesai di situ, untuk kali keempat, Rizieq dilaporkan ke polisi atas dugaan penistaan agama.
Kali ini dilaporkan oleh warga bernama Khoe Yanti Kusmiran pada 16 Desember 2017.
Berbeda dari sebelumnya, laporan Khoe dilakukan di Bareskrim Polri.
Khoe menganggap ucapan Rizieq justru dapat mengusik kerukunan umat beragama.
Pernyataan Rizieq membuatnya mencemaskan toleransi antar-umat beragama yang sudah terjalin selama ini.
Laporan tersebut disertai Pasal 156 dan 156a KUHP juncto Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dianggap menghina Hansip
Rizieq Shihab juga dilaporkan warga Pondok Gede yang bernama Eddy Soetono (62) pada 12 Januari 2017. Eddy yang merupakan anggota Perlindungan Masyarakat (Linmas), dulu dikenal sebagai Pertahanan Sipil (Hansip), melaporkan Rizieq karena tersinggung profesinya dihina.
Eddy mengatakan, pada Kamis malam itu, ia dan temannya, Husnie, tengah menonton video ceramah Rizieq di YouTube. Kata Eddy, dalam video itu, Rizieq menyebut Kapolda mengancam akan mendorong Gubernur Bank Indonesia untuk melaporkan Rizieq.
Eddy juga menyebut Rizieq kemudian menghina Kapolda Metro Jaya Irjen Mochamad Iriawan dan anggota Hansip. "Isi ceramahnya, 'Pangkat jenderal otak Hansip, sejak kapan jenderal bela palu arit? Jangan-jangan ini jenderal enggak lulus litsus'," kata Eddy.
Laporan tersebut terdaftar dengan nomor LP/193/I/2017/PMJ/ Dit.Reskrimsus tertanggal 12 Januari 2017. Dalam laporan itu, Rizieq dianggap melanggar Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Terkait pelaporan-pelaporan ini, Rizieq mengatakan, pihaknya menyinyalir ada "gerakan siluman" yang ingin mengkriminalisasi mereka. "Ada 'gerakan siluman', yang entah siapa yang jadi sutradara dan produsernya, tokoh-tokoh GNPF dikriminalisasi dengan berbagai macam persoalan sehingga mereka mencari-cari celah, mencari-cari kesalahan, mendorong warga-warga binaan mereka untuk membuat laporan-laporan," ujar Rizieq.
Laporan-laporan tersebut, kata Rizieq, mulai ramai sejak pihaknya melaporkan Gubernur non-aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terkait dugaan penistaan agama pada 6 Oktober 2016.
"Berbagai macam rekayasa terjadi, fitnah-fitnah terjadi. Kami, seluruh tokoh GNPF, dituduh anti-NKRI, anti-Pancasila, anti-UUD 1945, kemudian dituduh anti-Bhinneka Tunggal Ika, bahkan digiring seolah kami ingin melakukan makar," ujar dia.
Meski begitu, Rizieq menginginkan agar segala permasalahan hukum bisa diselesaikan secara kekeluargaan, termasuk kasus yang menjeratnya. "Janganlah kita coba saling lapor karena ini bisa mengantarkan pada konflik horizontal. Mestinya kepolisian menjembatani. Bahkan kalau ada laporan-laporan, mestinya kepolisian mencoba untuk memediasi, apalagi kalau masalahnya sensitif," kata dia. (tribunnews/glery lazuardi/kompas.com)