TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan resmi menolak gugatan praperadilan Bupati nonaktif Buton, Samsu Umar Abdul Samiun atas penetapan tersangkanya di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sehingga kasus hukum yang menjerat Samium yakni dugaan suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar terkait sengketa Pilkada Bupati Buton tahun 2012 tetap berlanjut.
Menanggapi ditolaknya gugatan praperadilan Samiun, pihak KPK melalui juru bicaranya, Febri Diansyah menyatakan menghargai putusan praperadilan tersebut.
"Kami hargai putusan praperadilan tersebut karena hampir seluruh argumentasi yang disampaikan KPK disetujui oleh Hakim hingga menolak permohonan pihak tersangka," ujar Febri, Selasa (24/1/2016) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Febri melanjutkan selanjutnya KPK akan mempertimbangkan dilakukan upaya hukum jemput paksa pada Samiun lantaran Samium dinilai tidak kooperatif yakni mangkir dua kali panggilan.
"KPK telah memanggil tersangka sebanyak dua kali, bahkan telah memberikan kesempatan penjadwalan ulang, tentu kami akan pertimbangkan lebih lanjut kemungkinan tindakan hukum yang akan dilakukan, termasuk perintah pada petugas untuk menghadirkan tersangka sesuai hukum acara yang berlaku," ujarnya.
Untuk diketahui, Umar Samiun diduga menyuap mantan Ketua MK, Akil Mochtar lewat transfer ke rekening CV Ratu Samagat.
Akil sendiri tengah menjalani pidana penjara seumur hidup di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat karena kasus suap sejumlah pilkada, pencucian uang dan gratifikasi.
Sementara Umar Samiun tengah menggugat KPK lewat jalur praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sesuai rencana, Selasa besok sidang akan memasuki tahapan akhir dengan agenda pembacaan putusan oleh hakim tunggal Noor Edi Yono.
Di KPK, Umar Samiun dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.