Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang mendapat promosi jabatan sebagai asisten Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung).
Promosi jabatan itu dipertanyakan karena Sudung dan anak buahnya Aspidsus Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu diduga menerima suap dari petinggi PT Brantas Abipraya (BA) Sudi Wantoko dan Dandung Pamularno.
Atas promosi jabatan tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut berkomentar.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, sebaiknya institusi penegak hukum serta kementerian lembaga, mempertimbangkan integritas dan latar belakang calon yang akan mengisi jabatan tertentu.
"Mempertimbangkan integritas dan latar belakang itu penting dan harus jadi perhatian kita semua," ujar Febri Diansyah, Selasa (24/1/2017) di kantor KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Febri Diansyah mengatakan selama ini KPK banyak mengkaji kasus terkait pengisian jabatan di sejumlah daerah.
Menurut Febri Diansyah, jika dalam pengisian jabatan keliru, maka efeknya akan menurunkan kepercayaan publik pada penegak hukum maupun instansi dan lembaga tersebut.
Terpisah, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyatakan KPK tidak ikut campur dalam sistem mutasi di suatu lembaga.
Menurutnya mutasi jabatan di kejaksaan menjadi kewenangan Kejaksaan Agung.
"Kami berharap kalau dicurigai dan masih dalam proses memperjelas status seseorang, bagusnya tidak mendapatkan posisi starategis," kata Syarif di kantor Komisi Yudisial, Selasa (24/1/2017).
Untuk diketahui, Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Sudi dan Dandung bersalah melakukan percobaan suap kepada Sudung dan Tomo senilai Rp 2,5 miliar.
Uang itu ditujukan agar Kejati DKI Jakarta menghentikan pengusutan perkara dugaan korupsi PT BA, yang menjerat Sudi.
Febri menambahkan KPK masih mempelajari vonis hakim, dan hingga kini belum menetapkan adanya tersangka baru.
Namun, apabila ada bukti permulaan yang cukup, maka akan ada tersangka baru dalam kasus tersebut.
"Penetapan seseorang sebagai tersangka itu tidak bergantung pada jabatan yang bersangkutan. Melainkan berdasarkan bukti permulaan yang cukup," kata Febri.