TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyangkal langkah Presiden Joko Widodo mengabulkan permohonan grasi yang diajukan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar, bernuansa politis.
Kalla menyebut alasan pemberian grasi itu dengan pertimbangan kemanusiaan.
"Selalu butuh pertimbangan Mahkamah Agung dan itu (pemberian grasi) murni kepada rasa kemanusiaan bahwa proses itu menurut pandangan Presiden tentu wajar diberikan grasi," kata Kalla di Kantor Wapres, Kamis (26/1/2017).
"Itu kan soal lama dimohonkan, jadi baru disetujui kan. Jangan digabungkan dengan politik," ujar Kalla.
Dikabulkannya grasi yang diajukan Antasari tertuang dalam keputusan presiden (keppres). Kepres itu juga berisi pengurangan masa hukuman Antasari selama enam tahun.
Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi mengatakan, alasan dikabulkannya grasi tersebut adalah adanya pertimbangan Mahkamah Agung yang disampaikan ke Presiden.
Antasari Azhar tetap mengajukan grasi kepada Presiden Joko Widodo meskipun sudah mendapat pembebasan bersyarat pada 10 November lalu. Permohonan grasi tersebut telah diajukan melalui kuasa hukumnya, Boyamin Saiman, pada 8 Agustus 2016.
Antasari mengatakan, jika permohonan grasinya diterima, dia bisa melakukan klarifikasi dan mengajukan rehabilitasi. Sementara itu, setelah menerima grasi, Antasari menemui Presiden Jokowi di Istana Merdeka, sore ini. Namun, Antasari bantah akan membahas kasusnya bersama Presiden.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengaku turut merekomendasikan pemberian grasi terhadap Antasari Azhar.
"Sepenuhnya kewenangan Presiden. Saya sendiri merekomendasi begitu," kata Yasonna.
Yasonna mengatakan, pemberian grasi adalah sepenuhnya wewenang dan hak prerogatif Presiden.
Presiden berhak memberi grasi kepada siapa pun yang dianggap pantas menerimanya.
"Menurut saya, dari dasar pertimbangan Presiden ya benar saja. Seperti yang pernah saya bilang sebetulnya, ada sesuatu sebetulnya mengenai kasus beliau," ucap Yasonna.
Namun, politisi PDI-P ini enggan menjelaskan lebih detail mengenai "sesuatu" yang dimaksud dalam kasus Antasari Azhar.