TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rumah berlantai dua bercat abu-abu di pojok Jalan Cakra Wijaya V Blok P Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta Timur itu tampak sepi kemarin. Tak ada tanda-tanda sang pemilik rumah berada.
Sang pemilik rumah adalah Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar. Hakim Mahkamah Konstitusi ini terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi di pusat perbelanjaan di Grand Indonesia, Jakarta, Rabu, 25 Januari lalu bersama perempuan bernama Anggita Eka Putri.
Hasil penelusuran Tribunnews, di komplek perumahan itu, Patrialis namanya cukup tersohor lantaran ia menjadi hakim di MK sekaligus mantan menteri era SBY dan juga pernah menjadi politisi asal Partai Amanat Nasional (PAN).
Selain itu, Patrialis juga dikenal warga dengan sebutan juragan tanah. Sebutan ini karena ia memiliki banyak rumah dan tanah di sekitar komplek perumahan itu.
"Pak Patrialis rumahnya banyak di daerah sini. Dia sering beli rumah warga sini. Kalau ada yang mau jual, dibeli Pak Patrialis," ujar sumber Tribun yang enggan disebutkan namanya.
Rumah yang dihuni Patrialis adalah rumah yang berada di Jalan Cakra Wijaya V Blok P. Rumah ini dibeli sekitar 10 tahun yang lampau, ketika Patrialis masih menjabat sebagai anggota DPR RI dari PAN.
"Rumah itu kalau tidak salah dibeli 10 tahun yang lalu," ujar warga lain yang juga enggan dituliskan namanya.
Penuturan warga, hobi Patrialis membeli rumah mulai rutin dilakukan setelah tak menjabat lagi sebagai Menteri Hukum dan HAM. Seperti diketahui, setelah tidak lagi menjadi Menkumham, Patrialis sempat menjadi Komisaris Utama PT Bukit Asam Tbk (Desember 2011 - Juli 2013).
Setelah itu baru ia terpilih menjadi Hakim Konstitusi pada 13 Agustus 2013.
Kesaksian warga, rumah kedua yang dibeli Patrialis di komplek itu berada tepat di depan rumah yang ditempatinya. Meski berada di pojok jalan, rumah ini terlihat lebih kecil dibanding rumah utama Patrialis.
Pagar di rumah tersebut juga pendek, hanya setinggi satu setengah meter. Rumah tersebut biasa digunakan untuk ajudan Patrialis Akbar.
Sementara empat rumah Patrialis Akbar lainnya, berada di Jalan Cakra Wijaya 1, Blok H3. Rumah ketiga berada di pojok kanan di Jalan Cakra Wijaya 1.
Pantauan Tribunnews, rumah tersebut tampak dipenuhi oleh rumput liar di halamannya. Dinding dan jendela rumah itu tampak berdebu dan terkelupas. Di rumah tersebut, terparkir dua mobil yang tidak diketahui pemiliknya.
Rumah keempat dan kelima yang dimiliki Patrialis terletak berderetan. Rumah yang berada di sebelah kiri, terlihat berukuran lebih kecil. Rumah ini biasa digunakan untuk pengajian oleh warga keturunan Sumatera Barat setiap hari Rabu dan Kamis.
Pada tembok rumah tersebut terdapat banner bertuliskan Rumah Tahfidz MT Hidayah Sakinah.
"Pak Patrialis sering mengadakan pengajian rutin tiap pekan," ujar salah satu tetangga.
Sementara rumah di sampingnya, tampak lebih mewah. Rumah ini tampak lebih tertutup dengan pagar setinggi 2,5 meter. Rumah ini kabarnya diberikan Patrialis kepada anaknya.
Rumah terakhir atau keenam yang dimiliki Patrialis diduga terdapat di pojok Jalan Cakra Wijaya 1. Pada rumah tersebut terdapat usaha penyewaan tenda.
Namun penghuni rumah tersebut membantah bahwa rumah itu milik Patrialis. "Bukan, Ini memang dulu rumah beliau. Tapi sudah dijual,"
ujar Nur penghuni rumah.
Patrialis kabarnya kerap membeli rumah bukan atas nama dirinya. Menurut warga, dirinya sering membeli tanah atas nama istri atau kerabatnya.
Menurut pengakuan warga, Patrialis juga memiliki sebidang tanah di jalan Cipinang Jaya dan dua rumah lainnya di Kompleks PWI yang berada di wilayah yang dengan rumahnya.
Dalam perkara ini, Patrialis Akbar disangkakan menerima suap dari tersangka Basuki Hariman (BHR), bos pemilik 20 perusahaan impor daging dan sekretarisnya yang juga berstatus tersangka yakni NG Fenny (NGF).
Oleh Basuki, Patrialis Akbar dijanjikan uang sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu Dolar Singapura, terkait pembahasan uji materi UU No 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan hewan.
Diduga uang 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura itu sudah penerimaan ketiga. Sebelumnya sudah ada penerimaan pertama
dan kedua.
Harta Patrialis Berdasarkan informasi dari website KPK, Patrialis sudah lebih dari dua kali menyetorkan laporan harta kekayaan dan penyelenggara negara
(LHKPN) ke KPK.
Dari data LHKPN Patrialis yang diakses di laman acch.kpk.go.id, diketahui Patrialis melaporkan kekayaan pada 1 Mei 2001 saat menjadi
anggota Komisi III DPR. Kala itu ?jumlah kekayaan yang dilaporkan mencapai Rp 1,243 miliar
dan 3000 dolar AS.
Jumlah hartanya terus meningkat saat melaporkan LHKPN pada 22 Oktober 2009 atau kala menjabat sebagai Menkumham. Jumlah hartanya ketika
itu senilai Rp 5,98 miliar dan 3 ribu dolar AS.
Sementara saat menjabat sebagai hakim MK, Patrialis melaporkan kekayaan pada 20 Februari 2012 dan 6 November 2013. Pada 2012, harta
yang dilaporkan Patrialis Rp 10,48? miliar dan 5000 dolar AS. Lalu pada 2013 hartanya naik
menjadi Rp 14,93 miliar dan 5000 dolar AS.
Harta tersebut terdiri dari tanah dan bangunan senilai Rp 13,7 miliar di Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Bekasi dan Padang.
(tribunnews/fahdi fahlevi/ Theresia Felisiani)