TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY menyinggung soal 'impeachment'atau pemakzulan dalam pernyataan politiknya yang dibacakan hari Rabu lalu (1/2).
Hal itu disampaikan saat menganalogikan kasus dugaan penyadapan yang ia alami dengan kasus 'watergate.'
Apa maksud SBY yang pernah menjabat sebagai Presiden RI itu dengan menyinggung soal pemakzulan?
Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menilai hal tersebut harus dimaknai oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebagai suatu pengingat, agar hukum ditegakkan.
"Secara umum pernyataan pak SBY bisa dibaca sebagai pengingat kepada pemerintah pak Jokowi, agar konsisten menegakkan hukum dan keadilan, yang belakangan ini makin dirasakan urgensi dan signifikansinya," ujar Siti Zuhro saat dihubungi Tribunnews.com.
Siti Zuhro mengaku khawatir, kondisi politik saat ini yang penuh dengan pertentangan, dapat memicu terjadinya kerusuhan seperti yang pernah dialami oleh Indonesia.
Hal itu sangat mungkin terjadi, terutama apabila ada kelompok-kelompok yang akan melakukan segala cara, untuk mencapai tujuannya.
"Pilkada serentak 2017 menjadi tahun politik yang menyebabkan suhu politik memanas. Namun hal itu tidak harus membuat politik di Indonesia menjadi keruh," katanya.
"Dalam konteks inilah proses demokrasi harus dilandasi dan diikat oleh penegakan hukum dan keadilan, supaya menghasilkan demokrasi yang sehat, berkualitas dan beradab," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, terdakwa kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mengaku punya bukti pembicaraan antara SBY dengan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ma'ruf Amin.
Hal itu dikatakan Ahok dalam sidang kasus penistaan agama, dengan Ma'ruf Amin sebagai saksinya.
SBY merespons, ia menduga ponselnya disadap. Siapa yang melakukan penyadapan, SBY mengaku tidak tahu.
Namun kata dia pelakunya bisa jadi pihak Ahok, ataupun lembaga resmi negara yang punya kapasitas penyadapan seperti Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN).
Kasus Watergate sendiri tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Indonesia saat ini. Kasus yang membuat Presiden Amerika Serikat (AS), Richard Nixon lengser itu, terungkap setelah sejumlah orang tertangkap basah tengah masuk secara ilegal ke kantor Partai Demokrat.
Belakangan diketahui orang-orang tersebut hendak menanam alat sadap. Mereka adalah orang-orang suruhan dari Presiden Richard Nixon, yang merupakan presiden dari Partai Republik.
Belakangan juga diketahui, presiden memerintahkan lembaga resmi negara untuk melakukan penyadapan, dan memata-matai aktivitas saingan politik presiden.