TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memahami wacana hak angket terkait Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang belum dinonaktifkan sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Meskipun, Ahok telah berstatus terdakwa dalam kasus penistaan agama.
Anggota Komisi II DPR dari PPP Achmad Baidowi mengatakan pihaknya akan mendengarkan terlebih dahulu penjelasan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo terkait hal tersebut.
"Jika yang dilakukan Mendagri tak sesuai UU, maka perlu langkah lanjutan," kata Baidowi ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Minggu (12/2/2017).
Baca: Soal Ahok, DPR Dinilai Terkesan Obral Hak Angket
Baca: Wacana Hak Angket Ahok Dinilai Bawa Misi Politik Tertentu
Baidowi menuturkan Komisi II DPR berencana memanggil Mendagri untuk rapat yang mengagendakan Pilkada serentak.
Wasekjen PPP itu lalu menjelaskan UU 23/2014 jo UU 9/2015 tentang Pemerintah daerah pasal 83.
(1) kepala daerah/wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana yang diancam paling singkat 5 tahun penjara.
Ayat (2) kepala daerah dimaksud diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.
"Maka dari itu, dalam konteks Ahok harus dilihat ancaman pidananya berapa tahun," kata Baidowi.
Baidowi menuturkan didakwa sebagaimana ayat (1) tersebut berarti ketika menjadi terdakwa ataukah juga bermakna ketika jaksa mengajukan tuntutan.
Kemudian ayat (2) disebutkan harus ada register di pengadilan.
Apakah dua ketentuan tersebut sudah dialami oleh Ahok? Dan mengenai pemberhentian sementara, saya kira pemerintah wajib tunduk pada UU tidak ada tafsir lain," kata Anggota Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu itu.
Baidowi mengungkapkan alasan Mendagri Tjahjo Kumolo mau merujuk pada besaran tuntutan jaksa, belum mendapatkan sandaran dalam UU.