TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai ada dua wacana penggunaan hak angket DPR terkait dengan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang berstatus Calon Gubernur DKI Petahana.
Diketahui, setelah Demokrat mengajukan wacana hak angket terkait penyadapan, giliran PKS sekarang mengajukan Hak Angket untuk menyelidiki keputusan pemerintah mengaktifkan Gubernur DKI Jakarta setelah cuti kampanye berakhir.
"Selain itu yang mengajukan hak angket di DPR juga sama-sama punya keterkaitan dengan proses pilkada DKI karena fraksi-fraksi yang berencana mengajukan Hak Angket yakni Demokrat dan PKS," kata Peneliti Formappi Lucius Karus melalui pesan singkat, Minggu (12/2/2017).
Baca: Soal Ahok, DPR Dinilai Terkesan Obral Hak Angket
Baca: PKS: Ahok Tidak Diberhentikan Sementara, DPR Dapat Gunakan Hak Angket
Ia mengingatkan DPR memiliki hak konstitusional untuk menggunakan Hak Angket.
Namun, posisi politik kedua fraksi tersebut harus menjadi catatan kritis agar mereka tidak memolitisasi kewenangan mereka demi keuntungan politis partai atau calon tertentu di Pilkada DKI.
"Saya kira ketika DPR selalu nampak penuh semangat mau menggunakan hak Angket mereka, pada saat yang sama mereka sedang mempunyai kepentingan politik tertentu," kata Lucius.
Lucius menuturkan kepentingan politik tidak serta merta selaras dengan kepentingan publik yang menjadi alasan utama bagi DPR dalam menggunakan Hak Angket yang merupakan kewenangan mereka.
Dalam kasus pemberhentian Ahok, kata Lucius, wacana penggunaan Hak Angket yang diajukan PKS nampak sangat politis jika melihat waktu pemunculan wacana itu.
Juga sangat kelihatan bagaimana tafsir terhadap landasan hukum yang dipakai oleh pemerintah untuk mengaktifkan kembali gubernur Ahok, yang oleh PKS dianggap pasti salah.
"Dengan demikian begitu jelas misi penggunaan hak Angket yang diajukan oleh PKS. Misi politik lebih menonjol ketimbang sebagai bagian dari keprihatinan DPR terhadap kebijakan publik yang menjadi alasan bagi penggunaan hak Angket DPR," kata Lucius.
Ia mengingatkan krisis kepercayaan terhadap kewenangan DPR muncul jika memanfaatkan kewenangan hak konstitusional. Padahal, kata Lucius, ada banyak isu terkait kepentingan publik yang nyata-nyata terjadi tapi DPR bungkam.
"Oleh karena itu lebih bijak bagi DPR untuk menahan diri selama masa Pilkada ini dengan mempercayakan penegakan hukum pada penegak hukum saja. Dan terkait jabatan gubernur DKI ini, DPR harus jujur dengan apa yang terjadi. Jangan justru menjadi bagian dari masalah dan menambah beban dengan wacana-wacana yang hanya bikin situasi tambah gaduh," ungkapnya.