TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fadli Zon berencana menggelar rapat pimpinan membahas wacana hak angket 'Ahok Gate'.
Fadli mengaku telah menerima 93 tandatangan anggota DPR yang menyetujui hak angket tersebut.
Fadli telah menerima koordinator pengusul hak angket yakni Riza Patria dari Gerindra, Fandi Utomo dari Demokrat, Yandri Susanto dari PAN dan Al Muzzammil Yusuf dari PKS.
"Sampai sejauh ini pagi-siang ditandatangani 93 anggota, itu belum semua dan lebih dari satu fraksi. UU MD3 pengajuan hak angket ditandatangani minimal 25 anggota dan lebih dari satu fraksi," kata Fadli Zon di Kantor Tribunnews.com, Jakarta, Senin (13/2/2017).
Baca: Empat Fraksi di DPR Setuju Hak Angket Ahok
Baca: PKB Tolak Pansus Angket Jika Hanya Ahok Sasarannya
Politikus Gerindra itu mengatakan pihaknya telah berdiskusi dengan para hali termasuk mengkaji pendapat Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Tjahjo, kata Fadli, sempat menyampaikan pemberhentian Ahok menunggu masa cuti berakhir.
"Ini ada satu inkonsistensi. Sumpahnya Presiden akan patuh terhadap undang-undang. Dalam kasus ini ada UU konstitusi yang dilanggar yakni UU Pemda," kata Fadli.
Fadli mengatakan praktek inkonsistensi itu membuat adanya perbedaan perlakuan. Menurut Fadli, aktifnya Ahok kembali menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dapat mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan diri sendiri.
"Nanti (usulan hak angket) akan dibacakan di Rapim lalu dibawa ke Paripurna untuk persetujuan. Kita lihat ada persetujuan di paripurna, siapa yang mendukung dan menolak akan ketahuan," kata Fadli.
Sebelumnya diberitakan Tribunnews.com, Fraksi Gerindra sepakat untuk mengajukan pansus angket Ahok Gate. Usulan tersebut dikeluarkan karena melihat Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok) masih boleh menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, padahal masih jadi terdakwa dalam kasus penistaan agama.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Fadli Zon mengatakan pansus angket Ahok Gate digulirkan karena pemerintah telah melanggar UU no.23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 83 ayat (1) dan ayat (3). Dalam hal ini saat seorang kepala daerah ditetapkan sebagai terdakwa maka yang bersangkutan harus diberhentikan sementara dari jabatannya hingga kasusnya memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht).